==== 25. PASAL 25 - DETAIL PENULANGAN

==== 25.1 - Ruang lingkup R25.1 - Ruang lingkup
Metode dan standar yang
direkomendasikan untuk pembuatan
gambar desain, detail tipikal, dan gambar
pabrikasi dan pemasangan baja tulangan
pada struktur beton bertulang diberikan
dalam ACI Detailing Manual (SP-66).
Semua ketentuan-ketentuan dalam
standar ini yang berkaitan dengan diameter
(dan luas) batang tulangan, kawat, atau
strand berdasarkan pada dimensi nominal
tulangan seperti yang telah diberikan pada
spesifikasi ASTM atau SNI yang sesuai.
Dimensi nominal adalah ekuivalen luas
lingkaran tulangan tersebut yang memiliki
berat per kaki (30,48 cm) yang sama sesuai
dengan rujukan ASTM atau SNI untuk
ukuran batang, kawat, atau strand. Luas
penampang tulangan adalah berdasarkan
pada dimensi nominalnya.

==== 25.1.1 Pasal ini berlaku pada detail
penulangan, terdiri dari:
a) Spasi minimum
b) Kait standar, kait seismik, dan ikatan
silang
c) Penyaluran tulangan
d) Sambungan lewatan
e) Bundel tulangan
f) Tulangan transversal
g) Angkur pascatarik dan kopler (couplers)

==== 25.1.2 Ketentuan 25.9 berlaku pada
daerah angkur untuk tendon pascatarik.

==== R25.1.1 Sebagai tambahan persyaratan
pada pasal ini yang mempengaruhi
pendetailan tulangan, pendetailan khusus
pada komponen struktur tertentu telah
diberikan pada pasal-pasal terkait dengan
komponen struktur tersebut. Pendetailan
tambahan berkaitan dengan persyaratan
integritas struktural dicakup dalam 4.10.

==== 25.2 - Spasi minimum penulangan

==== 25.2.1 Untuk tulangan nonprategang
yang sejajar pada satu lapisan horizontal,
spasi bersih tulangan harus tidak kurang
dari nilai terbesar dari 25 mm, db, dan
(4/3)dagg.

==== 25.2.2 Untuk tulangan nonprategang
yang sejajar yang dipasang pada dua atau
lebih lapisan horizontal, ulangan pada
lapisan atas harus diletakkan tepat di atas
tulangan lapisan bawah dengan spasi
bersih paling sedikit 25 mm.

==== 25.2 - Spasi minimum penulangan
Batasan minimum ditetapkan adalah untuk
memungkinkan beton mengalir dengan
mudah ke ruang antar tulangan dan antar
tulangan dengan bekisting tanpa terbentuk
honeycomb, dan untuk memastikan
terhadap konsentrasi masing–masing
tulangan pada garis yang dapat
menyebabkan retak geser atau retak susut.
Penggunaan diameter tulangan nominal
dalam menentukan spasi minimum
memperkenankan penggunaan kriteria
yang sama untuk semua ukuran tulangan.
Pada tahun 2014, batasan ukuran agregat
diterjemahkan dalam persyaratan spasi
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 560 dari 695


==== 25.2.3 Untuk tulangan longitudinal pada
kolom, pedestal, strut dan elemen batas
pada dinding, spasi bersih antar tulangan
harus tidak kurang dari nilai terbesar dari
40 mm, 1,5 db dan (4/3) dagg.
minimum, dan diberikan untuk membungkus
tulangan yang cukup dan untuk
meminimalkan terbentuknya honeycomb.
Pembatasan terkait ukuran agregat tidak
perlu dipenuhi bila dalam penilaian
perencana ahli bersertifikat bahwa
kelecakan (workabilitas) dan metode
pemadatan beton sedemikian rupa
sehingga beton masih dapat ditempatkan
tanpa menimbulkan honeycomb dan
rongga.
Panjang penyaluran yang diberikan dalam

==== 25.4 adalah suatu fungsi dari spasi tulangan
dan selimut beton. Sehingga, dimungkinkan
untuk menggunakan spasi minimum
tulangan atau selimut beton yang lebih
besar dalam beberapa kasus.

==== 25.2.4 Untuk strand pratarik di ujung
komponen struktur, spasi minimum s antar
pusat ke pusat strand harus lebih besar
dari nilai yang ada pada Tabel 25.2.4, dan
[(4/3) dagg + db)].

==== R25.2.4 Pengurangan spasi untuk
menyalurkan kekuatan sebesar 28 MPa
atau lebih berdasarkan pada Deatherage et.
al. (1994) dan Russell and Burns (1996).
Tabel 25.2.4 – Spasi minimum antar
sumbu ke sumbu strand pratarik pada
ujung komponen struktur
𝒇ci′, MPa
Diameter nominal
strand, mm
Minimum s
< 28 Semua 4db
≥ 28
< 12,7 mm 4db
12,7 mm 45 mm
15,2 mm 50 mm

==== 25.2.5 Untuk kawat pratarik di ujung
komponen struktur, spasi minimum antar
pusat ke pusat kawat s harus lebih besar
dari 5db dan [(4/3) dagg + db)].

==== 25.2.6 Reduksi spasi vertikal termasuk
bundel tulangan prategang diizinkan pada
bagian tengah bentang.

==== 25.3 - Kait standar, kait seismik, ikat
silang, dan diameter sisi dalam
bengkokan minimum

==== 25.3.1 Kait standar untuk penyaluran
tulangan ulir pada kondisi tarik harus
memenuhi Tabel 25.3.1.

==== 25.3 - Kait standar, kait seismik, ikat
silang, dan diameter sisi dalam
bengkokan minimum

==== R25.3.1 Bengkokan standar pada batang
tulangan dinyatakan dalam hubungan
diameter sisi dalam bengkokan karena lebih
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 561 dari 695

mudah mengukurnya daripada radius
bengkokan. Faktor utama yang
berpengaruh pada diameter bengkokan
minimum adalah kelayakan pembengkokan
tanpa terputus dan pencegahan kehancuran
beton sisi dalam bengkokan.
Tabel 25.3.1 – Geometri kait standar untuk penyaluran batang ulir
pada kondisi Tarik
Tipe kait
standar
Ukuran
batang
Diameter sisi
dalam
bengkokan
minimum
Perpanjangan
lurus[1] 𝓵𝒆𝒙𝒕,
mm
Tipe kait standar
Kait 90
derajat
D10
hingga
D 25
6db
12db
D29
hingga
D 36
8db
D43
hingga
D57
10db
Kait 180
derajat
D10
hingga
D25
6db
terbesar dari
4db dan 65 mm
D29
hingga
D36
8db
D43
hingga
D57
10db
[1] Kait standar untuk batang ulir pada kondisi tarik termasuk diameter sisi dalam bengkokan tertentu
dan panjang perpanjangan lurus. Diizinkan untuk menggunakan perpanjangan lurus yang lebih besar
pada ujung kaitnya. Penambahan perpanjangan lurus tidak diperkenankan untuk meningkatkan
kapasitas pengangkuran pada kait.

==== 25.3.2 Diameter sisi dalam bengkokan
minimum untuk batang yang digunakan
sebagai tulangan transversal dan kait
standar untuk batang yang digunakan
untuk angkur sengkang, ikat silang,
sengkang pengekang, dan spiral harus
sesuai dengan Tabel 25.3.2. Kait standar
harus menutup tulangan longitudinal.

==== R25.3.2 Standar sengkang, ikat silang,
dan sengkang pengekang dbatasi pada
batang D25 dan lebih kecil, dan kait 90
derajat dengan perpanjangan 6db lebih
terbatas pada batang D16 dan lebih kecil,
sebagai hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa semakin besar ukuran batang
dengan kait 90 derajat dan perpanjangan
6db cenderung mengelupaskan selimut
beton ketika penulangan diberi tegangan
dan kait diluruskan. Minimal bengkokan 4db
untuk ukuran batang yang digunakan utnuk
sengkang, ikat silang, dan sengkang
pengekang berdasarkan praktek yang
diterima industri di Amerika Serikat.
Penggunaan sengkang D16 atau lebih kecil
untuk kait sengkang standar 90, 135, atau
180 derajat akan mengizinkan beberapakali
bengkokan pada peralatan standar
bengkokan sengkang.
Diameter
db
ext
Titik penyaluran
tulangan
dh
Bengkokan
900
Diameter
db
dh
ext
Titik penyaluran
tulangan
Bengkokan
1800
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 562 dari 695

Masalah kemudahan konstruksi harus
dipertimbangkan dalam pemilihan detail
pengangkuran. Khususnya, penggunaan
kait 180 derajat harus dihindari pada
sengkang tertutup, ikat silang, dan
sengkang pengekang yang dibuat pada
penulangan yang menerus.
Tabel 25.3.2 – Diameter sisi dalam bengkokan minimum dan geometri
kait standar untuk sengkang, ikat silang, dan sengkang pengekang
Tipe Kait
standar
Ukuran
batang
Diameter sisi
dalam
bengkokan
minimum
Perpanjangan
lurus [1] 𝓵𝒆𝒙𝒕, mm
Tipe kait standar
Kait 90
derajat
D10
hingga
D16
4db
Terbesar dari
6db dan 75 mm
D19
hingga
D25
6db 12db
Kait
135
derajat
D10
hingga
D16
4db
Terbesar dari
D19 6db dan 75 mm
hingga
D25
6db
Kait
180
derajat
D10
hingga
D16
4db
Terbesar dari
D19 4db dan 65 mm
hingga
D25
6db
[1] Kait standar untuk sengkang, ikat silang, dan sengkang pengekang termasuk diameter sisi dalam
bengkokan tertentu dan panjang perpanjangan lurus. Diizinkan untuk menggunakan perpanjangan lurus
yang lebih besar pada ujung kaitnya. Penambahan perpanjangan lurus tidak diperkenankan untuk
meningkatkan kapasitas pengangkuran pada kait.

==== 25.3.3 Diameter sisi dalam bengkokan
minimum untuk penulangan kawat las
yang digunakan sebagai sengkang atau
ikat silang tidak boleh kurang dari 4db untuk
kawat ulir yang diamternya lebih besar dari
D6 dan 2db untuk kawat lainnya. Diameter
sisi dalam bengkokan yang kurang dari 8db
tidak boleh kurang dari 4db dari
perpotongan las terdekat.

==== R25.3.3 Tulangan kawat las dapat
digunakan untuk sengkang dan ikat silang.
Kawat pada perpotongan bagian yang dilas
tidak memiliki daktilitas dan kemampuan
bengkokan yang sama seperti di daerah
yang tidak dipanaskan oleh pengelasan
pada pembuatan tulangan kawat las. Efek
suhu pengelasan selalu tidak teratur pada
jarak sekitar 4 kali diameter kawat tersebut.
Diameter bengkokan minimum yang
diizinkan dalam kebanyakan kasus sama
dengan yang disyaratkan pada pengujian
tekuk ASTM untuk kawat (ASTM A1064M
dan A1022M).

==== 25.3.4 Kait seismik yang digunakan untuk
mengangkur sengkang, sengkang ikat,
Diameter
db
ℓext
Bengkokan
90°
Diameter
db
Bengkokan
135°
Diameter
db
ℓext
Bengkokan
180°
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 563 dari 695

sengkang pengekang, dan ikat silang
harus mengikuti a) dan b):
a) Bengkokan minimum adalah 90 derajat
untuk sengkang pengekang lingkaran
dan 135 derajat untuk seluruh sengkang
pengekang lainnya.
b) Kait harus mengikat tulangan
longitudinal dan pepanjangan ujungnya
harus diarahkan ke bagian dalam
sengkang atau sengkang pengekang.

==== 25.3.5 Ikat silang (crosstie) harus
memenuhi a) hingga e):
a) Ikat silang harus menerus dari ujung ke
ujung.
b) Harus ada kait sesimik pada salah satu
ujung
c) Harus ada kait standar pada ujung yang
lainnya dengan bengkokan minimum
sebesar 90 derajat
d) Kait harus mengikat tulangan
longitudinal terluar
e) Kait 90 derajat pada dua ikat silang
berturut-turut yang diikat pada tulangan
longitudinal yang sama ujung kait nya
harus dipasang selang-seling, kecuali
ikat silang memenuhi 18.6.4.3 atau

==== 25.7.1.6.1.

==== R25.3.5 Ikat silang diilustrasikan pada
Gambar R25.3.5
Gambar R25.3.5 – Ikat silang

==== 25.4 - Panjang penyaluran

==== 25.4.1 Umum

==== 25.4.1.1 Tarik atau tekan dihitung pada
penulangan di setiap penampang
komponen struktur harus disalurkan pada
setiap sisinya dengan panjang penyaluran;
kait, batang ulir berkepala, sambungan
mekanik, atau kombinasinya.

==== R25.4 - Panjang penyaluran

==== R25.4.1 Umum

==== R25.4.1.1 Konsep panjang penyaluran
berdasarkan pada tegangan lekatan rata–
rata yang bisa dicapai sepanjang
penanaman tulangan (ACI Committee 408
1966). Panjang penyaluran dibutuhkan
karena adanya kecenderungan batang
dengan tegangan yang sangat besar dapat
membelah bagian yang tipis beton
pembungkus. Sebuah tulangan tunggal
yang tertanam pada beton masif
seharusnya tidak memerlukan panjang
penyaluran yang besar, walaupun demikian
sebaris tulangan, bahkan di dalam beton
masif, dapat membuat suatu perlemahan
bidang dengan pembelahan beton (splitting)
arah longitudinal di sepanjang bidang
tulangan.
Dalam aplikasinya, konsep panjang
penyaluran membutuhkan panjang
penyaluran atau perpanjangan tulangan
Kait 135o
Tulangan
longitudinal
Kait 90o
Posisi kait selang seling
Untuk setiap ikat silang
yang berurutan
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 564 dari 695

minimum melebihi keseluruhan titik
tegangan puncak pada tulangan. Tegangan
puncak umumnya terjadi pada titik tegangan
maksimum dan titik dimana tulangan
mengalami dibengkokkan atau diputus. Dari
titik tegangan puncak pada tulangan,
sebagian panjang tulangan atau
penjangkaran diperlukan untuk
mengembangkan tegangannya. Panjang
penyaluran atau penjangkaran tersebut
dibutuhkan pada kedua sisi dimana titik
tegangan puncak terjadi. Seringkali,
penulangan masih berlanjut sejarak tertentu
di salah satu sisi titik tegangan kritis maka
perhitungan hanya diperlukan pada sisi
yang lainnya, sebagai contoh, tulangan
momen negatif diteruskan melewati
tumpuan hingga ke tengah bentang
berikutnya.

==== 25.4.1.2 Kait dan kepala tulangan tidak
boleh digunakan untuk menyalurkan
tulangan tekan

==== R25.4.1.2 Kait dan kepala tulangan tidak
efektif pada kondisi tekan. Tidak ada data
yang tersedia yang menunjukkan bahwa
kait dan kepala tulangan dapat mengurangi
panjang penyaluran dalam kondisi tekan.

==== 25.4.1.3 Panjang penyaluran tidak
memerlukan faktor reduksi ϕ.

==== R25.4.1.3 Faktor kekuatan reduksi ϕ tidak
digunakan pada persamaan panjang
penyaluran dan panjang sambungan
lewatan. Jaminan terhadap reduksi
kekuatan sudah termasuk ke dalam
persamaan untuk menentukan panjang
penyaluran dan panjang sambungan
lewatan.

==== 25.4.1.4 Nilai √fc′ yang digunakan untuk
menghitung panjang penyaluran tidak
boleh lebih dari 8,3 MPa.

==== R25.4.1.4 Darwin et al. (1996)
menunjukkan bahwa gaya yang yang
dikembangkan pada tulangan dalam
pengujian penyaluran dan sambungan
lewatan meningkat pada tingkat yang lebih
rendah dari √fc′ dengan peningkatan
kekuatan tekan. Penggunaan √fc′ cukup
akurat untuk nilai √fc′ hingga 8,3 MPa, dan
karena penggunaan √fc′ yang sudah lama
diterapkan pada desain, Komite ACI 318
telah memilih untuk tidak merubah nilai
eksponen yang diterapkan pada kekuatan
tekan untuk menghitung panjang
penyaluran dan sambungan lewatan, tetapi
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 565 dari 695

bukan untuk mengatur batas atas nilai 8,3
MPa pada √fc′.

==== 25.4.2 Penyaluran batang ulir dan kawat
ulir dalam kondisi tarik

==== R25.4.2 Penyaluran batang ulir dan kawat
ulir dalam kondisi Tarik

==== 25.4.2.1 Panjang penyaluran 𝓵𝒅 untuk
batang ulir dan kawat ulir dalam kondisi
Tarik harus yang terbesar dari a) dan b):
a) Panjang yang dihitung sesuai dengan

==== 25.4.2.2 atau 25.4.2.3 dengan
menggunakan faktor modifikasi yang
berlaku pada 25.4.2.4
b) 300 mm

==== R25.4.2.1 ketentuan ini memberikan dua
tingkatan pendekatan untuk perhitungan
tarik panjang penyaluran. Pengguna dapat
menggunakan ketentuan sederhana pada

==== 25.4.2.2 atau persamaan umum panjang
penyaluran (Pers. 25.4.2.3a), berdasarkan
pernyataan yang telah disahkan
sebelumnya oleh ACI 408.IR (Jirsa et al.
1979). Pada tabel 25.4.2.2, 𝓵𝒅 berdasarkan
dua nilai yang telah dipilih sebelumnya yaitu
(cb + Ktr)/db, dimana 𝓵𝒅 berasal dari Pers.
(25.4.2.3a) sesuai dengan (cb + Ktr)/db.
Walaupun tidak ada persyaratan untuk
tulangan transversal sepanjang
perpanjangan dan panjang sambungan
pada tarik, penelitian (Azizinamini et al.
1999 a,b) menunjukkan bahwa pada beton
yang memiliki kekuatan tekanan yang tinggi,
kegagalan penyaluran yang rapuh dapat
menyebabkan tulangan transversal tidak
memadai pada batang tulangan tersebut.
Pada pengujian sambungan D25 dan D36
tulangan pada beton dengan perkiraan fc′
sebesar 105 MPa, tulangan transversal
meningkatkan perilaku daktilitas pada
sambungan.

==== 25.4.2.2 Untuk batang ulir atau kawat ulir,
𝓵𝐝 harus dihitung berdasarkan Tabel

==== 25.4.2.2.

==== R25.4.2.2 Ketentuan ini mengakui bahwa
banyak kasus konstruksi praktis saat ini
yang menggunakan spasi dan selimut
bersamaan dengan tulangan pengaku,
seperti sengkang atau ikat silang, yang
menghasilkan nilai pada (cb + Ktr)/db paling
kecil sebesar 1,5. Contohnya termasuk
selimut bersih minimum adalah db
bersamaan dengan spasi bersih minimum
yaitu 2db, atau kominasi spasi bersih
minimum sebesar db dan sengkang
minimum atau sengkang ikat. Untuk kasus
yang yang sering terjadi saat ini, panjang
penyaluran untuk tulangan yang besar
dapat diambil sebagai
  
 
= Ψ Ψ / 1, 7 '
d y t e c b f λ f d
Pada ketentuan rumus di ACI 318-95,
perbandingan dari ketentuan sebelumnya
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 566 dari 695

Tabel 25.4.2.2 – Panjang penyaluran
batang ulir dan kawat ulir dalam
kondisi Tarik
Spasi dan
selimut
Batang D19
dan yang
lebih kecil
dan kawat
ulir
Batang D22
dan yang
lebih besar
Spasi bersih
batang atau
kawat yang
disalurkan atau
disambung
lewatkan tidak
kurang dari db,
selimut beton
paling sedikit db,
dan sengkang
atau
sengkang ikat
sepanjang ℓ𝑑
tidak kurang dari
standar
minimum
atau
spasi bersih
batang atau
kawat yang
disalurkan atau
disambung
lewatkan paling
sedikit 2db dan
selimut beton
paling sedikit db
2,1 '
y t e
b
c
f
d
 f
   
 
 
 
1,7 '
y t e
b
c
f
d
 f
   
 
 
 
Kasus-kasus
lainnya
1,4 '
y t e
b
c
f
d
 f
   
 
 
  1,1 '
y t e
b
c
f
d
 f
   
 
 
 
dan pengecekan database pada hasil
percobaan diatur dalam ACI 408.1R
menunjukan bahwa untuk tulangan ulir D19
dan lebih kecil dari itu, begitu juga untuk
kawat ulir, panjang penyaluran dapat
diturunkan hingga 20 persen dengan
menggunakan Ψs= 0,8. Hal ini merupakan
dasar untuk tulangan D19, tulangan yang
lebih kecil dan kawat ulir yaitu pada kolom
tabel 25.4.2.2. Dengan selimut yang lebih
sedikit dan ketiadaan sengkang atau
sengkang ikat minimum, Batasan jarak
bersih minimum terdapat pada 25.2.1 dan
kebutuhan selimut beton minimum pada
20.6.1.3 menghasilkan nilai minimum pada
cb sama dengan db. Jadi, untuk kasus lain,
nilai tersebut berdasarkan penggunaan
  +
= 1, 0 b tr
b
CK
d
pada Pers. (25.4.2.3a).
Pengguna dapat membangun dengan
mudah, dalam kata lain pernyataan yang
berguna. Sebagai contoh, pada seluruh
batang dengan beton normal  =1,0 ,
tulangan yang tidak dilapisi Ψ =1,0 e , D22
dan lebih besar Ψ =1,0 t dengan 28 c f ' =
MPa, dan mutu tulangan 420, persamaan
berkurang menjadi
   
 
420 1,0 1,0
47
1,7 1,0 28
d b b  d  d
atau
   
 
420 1,0 1,0
72
1,7 1,0 28
d b b  d  d
Jadi, selama selimut minimum db tersedia
bersamaan dengan spasi bersih minimum
sebesar 2db atau selimut bersih minimum db
dan spasi bersih minimum db disediakan
bersamaan dengan sengkang atau
sengkang ikat minimum, maka 𝓵d = 𝟒𝟕db.
Penalti untuk spasi tulangan yang lebih
dekat atau terdapat selimut yang kurang
adalah persyaratan bagi 𝓵d = 𝟕𝟐db.

==== 25.4.2.3 Untuk batang ulir dan kawat
ulir, 𝓵d harus dihitung dengan:

==== R25.4.2.3 Persamaan (25.4.2.3a) memuat
pengaruh pada seluruh variabel yang
mengatur panjang penyaluran. Pada pers.
(25.4.2.3a), cb adalah faktor yang
menggambarkan paling sedikit selimut
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 567 dari 695

1,1 ' K
y t e s
d b
c b tr
b
f
d
f c
d
 
 
     
    
   
   
(25.4.2.3a)
Dimana nilai (cb + Ktr)/db tidak boleh diambil
lebih besar dari 2,5 dan
40
K tr
tr
A
sn
 (25.4.2.3b)
Dimana n adalah jumlah batang atau kawat
yang disalurkan atau disambunglewatkan
di sepanjang bidang pembelahan.
Diizinkan untuk menggunakan Ktr = 0
sebagai penyederhanaan desain
walaupun terdapat tulangan transversal.
tepinya, selimut beton ke tulangan atau
kawat (pada kedua hal tersebut diukur dari
titik tengah tulangan atau kawat, Ktr adalah
faktor yang menggambarkan kontribusi
tulangan pengaku yang berpotensi
terjadinya pemisahan bidang. Ψt adalah
faktor lokasi tulangan yang menunjukkan
pengaruh posisi pengecoran (sebelumnya
disebutkan sebagai “efek tulangan atas”).
Ψe adalah faktor lapisan yang
menggambarkan pengaruh lapisan epoksi.
Terdapat batasan pada perkalian ΨtΨe.
Faktor ukuran tulangan Ψs menggambarkan
kinerja yag lebih baik pada diameter
tulangan yang relatif kecil. Batasan sebesar
2,5 terdapat pada (cb+Ktr)/db. pada saat (cb+
Ktr)/db kurang dari 2,5 kemungkinan
kegagalan belah (splitting) beton akan
terjadi. Untuk nilai di atas 2,5 kegagalan
cabut dapat terjadi, dan peningkatan pada
selimut atau tulangan transversal tidak
seperti peningkatan kapasitas
pengangkuran.
Banyak kombinasi praktis pada selimut
tepi, selimut bersih, dan tulangan pengaku
yang dapat digunakan dengan 25.4.2.3
untuk menghasilkan panjang penyaluran
yang sangat kecil dari yang diizinkan oleh

==== 25.4.2.2. Sebagai contoh tulangan atau
kawat dengan selimut bersih minimum tidak
kurang dari 2db dan jarak bersih minimum
tidak kurang dari 4db dan tanpa adanya
pengaku tulangan dapat memiliki nilai (cb +
Ktr)/db sebesar 2,5 dan dapat
membutuhkan panjang penyaluran hanya
sebesar 28db berdasarkan contoh pada

==== R25.4.2.2.
Sebelum ACI 318-08, Pers. (25.4.2.3b)
untuk Ktr termasuk kekuatan leleh pada
tulangan transversal. Persamaan yang ada
saat ini hanya memuat luasan dan spasi
tulangan transversal dan jumlah tulangan
atau kawat yang disalurkan atau
disambung-lewatkan karena sesuai dengan
hasil uji menunjukkan bahwa tulangan
transversal jarang mengalami leleh pada
saat kegagalan lekatan (Azizinamini et al.
1995).
Ekspresi pada Pers. (25.4.2.3a) dapat
dikesampingkan jika terdapat pengabaian
menghasilkan nilai lebih panjang dan lebih
konservatif pada panjang penyaluran.
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 568 dari 695


==== 25.4.2.4 Untuk perhitungan 𝓵𝒅, faktor
modifikasi harus sesuai Tabel 25.4.2.4.
Tabel 25.4.2.4 – Faktor modifikasi
untuk panjang penyaluran batang ulir
dan kawat ulir dalam kondisi Tarik
Faktor
modifikasi
Kondisi Faktor
Beton
ringan
λ
Beton ringan 0,75
Beton ringan, bila fct
ditentukan
Sesuai
dengan
19.2.4.3
Beton normal 1,0
Epoksi
Ψe
Tulangan dengan
pelapis epoksi atau
seng dan pelapis
ganda epoksi dengan
selimut bersih kurang
dari 3db atau spasi
kurang dari 6db
1,5
Tulangan dengan
pelapis epoksi atau
seng dan pelapis
ganda epoksi dengan
kondisi lainnya
1,2
Tulangan tanpa
pelapis atau pelapis
seng (galvanis)
1,0
Ukuran
Ψs
Batang D22 dan yang
lebih besar
1,0
Batang D19 dan yang
lebih kecil dan kawat
ulir
0,8
Posisi
pengecoran
[1]
Ψt
Lebih dari 30 mm
beton segar
diletakkan
di bawah tulangan
horizontal
1,3
lainnya 1,0
[1] Hasil dari Ψt,Ψe tidak boleh melebihi 1,7

==== R25.4.2.4 Faktor beton ringan λ untuk
perhitungan panjang penyaluran tulangan
ulir dan kawat ulir pada tarikan adalah sama
dengan seluruh jenis agregat beton ringan,
penelitian tidak mendukung adanya
perbedaan pada faktor tersebut di dalam
standar sebelumnya pada tahun 1989 untuk
seluruh beton ringan dengan semua agregat
ringan dan beton ringan dengan pasir
ringan. Pada bagian 25.4.2.4 mengizinkan
faktor yang lebih tinggi untuk digunakan
pada saat pembagian kekuatan tarik.
Berdasarkan pada 19.2.4.
Faktor epoksi Ψe berdasarkan studi
(Treece and Jirsa 1989; Johnston and Zia
1982; Mathey and Clifton 1976) terhadap
penyaluran tulangan yang dilapisi epoksi
menunjukkan bahwa kekuatan ikatan
menurun akibat lapisan menghalangi
terjadinya adhesi dan menurunkan koefisien
friksi antara tulangan dan beton. Faktor
tersebut menggambarkan jenis kegagalan
penyaluran yang mungkin terjadi. Jika
selimut atau jaraknya kecil, kegagalan
pecah dapat terjadi dan penyaluran atau
kekuatan ikatan dapat menurun drastis. Jika
selimut dan spasi antar tulanganya besar,
dapat terhindar dari kegagalan pecah dan
pengaruh lapisan epoksi terhadap kekuatan
penyaluran tidak terlalu besar. Studi
(Orangun et al.1977) menunjukkan bahwa
walaupun selimut atau spasinya kecil,
kekuatan penyaluran dapat meningkat
dengan menambahkan tulangan transversal
yang memotong bidang belahnya, dan
menahan retak belah (splitting crack).
Karena ikatan lapisan tulangan epoksi
atau seng dan lapisan ganda tulangan
epoksi telah menurun akibat kehilangan
adhesi dan menurunya koefisien friksi
antara tulangan dan beton, batas atas
sebesar 1,7 sangat cocok sebagai faktor
hasil untuk posisi pengecoran tulangan atas
dan lapisan tulangan epoksi atau seng dan
lapisan ganda tulangan epoksi.
Faktor ukuran tulangan Ψs ,
menggambarkan kinerja yang lebih baik
pada tulangan berdiameter relatif kecil.
Faktor lokasi penulangan atau posisi
pengecoran Ψt mencatatkan posisi tulangan
pada beton yang baru saja ditempatkan.
Faktor sebesar 1,3 berdasarkan penelitian
(Jirsa and Breen 1981; Jeanty et al. 1988).
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 569 dari 695

Pemakaian faktor posisi pengecoran harus
dipertimbangkan dalam penentuan panjang
penyaluran pada tulangan miring.

==== 25.4.3 Penyaluran kait standar dalam
kondisi tarik

==== R25.4.3 Penyaluran kait standar dalam
kondisi Tarik

==== 25.4.3.1 Panjang penyaluran tarik dh
batang ulir yang diakhiri dengan suatu kait
standar harus diambil terbesar dari a)
hingga c):
a)
    
 
 
 
0,24 y e c r
b
c
f
d
λ f '
dengan ΨΨΨe c r
dan  diberikan pada 25.4.3.2
b) 8𝒅𝒃
c) 150 mm

==== R25.4.3.1 Studi kegagalan tulangan kait
menunjukkan bahwa pecahnya selimut
beton pada bidang kaitnya merupakan
penyebab utama kegagalan dan pecah
tersebut berasal dari dalam kaitnya dimana
konsentrasi serat tekan sangat tinggi. Maka,
penambahan kait merupakan fungsi
langsung dari diameter tulangan db, yang
mempengaruhi besarnya tegangan tekan di
dalam kait tersebut. Hanya kait standar
(mengacu pada 25.3.1) yang dapat
ditentukan, dan pengaruh dari jari – jari yang
lebih besar tidak dapat dinilai oleh 25.4.3.
Ketentuan penyaluran tulangan kait
memberikan jumlah panjang penanaman
tulangan kait seperti yang tertera pada
Tabel 25.3.1. Panjang penyaluran 𝓵𝒅𝒉
diukur dari penampang kritis sampai ujung
luar kait.
Pengaruh kekuatan leleh tulangan,
kelebihan tulangan, beton ringan, dan faktor
yang menggambarkan tahanan belah beton
yang diberikan oleh kekangan beton dan
tulangan transversal pengikat atau
sengkang berdasarkan rekomendasi dari
ACI 408.1R and Jirsa et al. (1979)
Nilai minimum 𝓵𝒅𝒉 ditentukan untuk
mencegah kegagalan oleh penarikan atau
cabut secara langsung dalam kasus kait
yang diletakkan sangat dekat dengan
penampang kritis.

==== 25.4.3.2 Untuk perhitungan 𝓵𝒅𝒉, faktor
modifikasi harus sesuai dengan tabel

==== 25.4.3.2. Faktor 𝚿𝒄 dan 𝚿𝒓 diizinkan
untuk diambil sebagai 1,0. Pada ujung
komponen struktur yang tidak menerus,

==== 25.4.3.3 berlaku.

==== R25.4.3.2 Tidak seperti panjang
penyaluran normal, tidak ada perbedaan
yang timbul dari posisi pengecoran.
Faktor epoksi 𝚿𝒆 berdasarkan pada
pengujian (Hamad et al. 1993) yang
menunjukkan panjang penyaluran untuk
tulangan kait harus meningkat 20 persen
untuk mengurangi lekatan pada saat
tulangan dilapisi epoksi.
Faktor tulangan pengekang 𝚿𝒓
berdasarkan pada pengujian (Jirsa and
Marques 1975) menunjukkan bahwa spasi
ikat silang yang rapat atau dekat bagian
lengkung tulangan kait merupakan yang
paling efektif pada pengekangan tulangan
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 570 dari 695

Tabel 25.4.3.2 – Faktor modifikasi
untuk panjang penyaluran batang
dengan kait dalam kondisi Tarik
Faktor
Modifikasi
Kondisi
Nilai
faktor
Bobot
beton λ
Beton ringan 0,75
Beton normal 1,0
Epoksi
ψe
Tulangan dengan pelapis
epoksi atau seng dan
pelapis ganda epoksi
1,2
Tulangan tanpa pelapis
atau pelapis seng
(galvanis)
1,0
Selimut
ψc
Untuk batang D36 dan
yang lebih kecil dengan
tebal selimut samping
(normal terhadap bidang
kait) ≥ 65 mm dan untuk
kait 90 derajat dengan
tebal selimut pada
perpanjangan batang di
luar kait ≥ 50 mm
0,7
Lainnya 1,0
Tulangan
pengekang
[2] ψr
Untuk kait 90 derajat
batang D36 dan yang
lebih kecil
1. dilingkupi sepanjang
ℓdh sengkang ikat atau
sengkang [1] yang
tegak lurus terhadap
ℓdh pada s ≤ 3db, atau
2. dilingkupi sepanjang
perpanjangan
tulangan melewati kait
termasuk bengkokan
dengan sengkang ikat
atau sengkang [1] yang
tegak lurus terhadap
ℓext pada s ≤ 3db
0,8
Untuk kait 180 derajat
D36 dan yang lebih kecil
dilingkupi sepanjang ℓdh
dengan sengkang ikat
atau sengkang [1] yang
tegak lurus terhadap ldh
pada s ≤ 3db
Lainnya 1,0
kait. Untuk tujuan konstruksi, ini bukan
merupakan cara yang sering dilakukan.
Pada kasus dimana faktor pengubah 𝚿𝒓
digunakan yang digambarkan dalam pers.

==== R25.4.3.2a dan R25.4.3.2b. Persamaan

==== R25.4.3.2a menunjukkan penempatan ikat
silang atau sengkang tegak lurus terhadap
tulangan yang disalurkan, memberi jarak
sepanjang penyaluran kait 𝓵𝒅𝒉. Gambar

==== R25.4.3.2b menunjukkan penempatan ikat
silang atau sengkang sejajar terhadap
tulangan yang disalurkan sepanjang ujung
kait yang mengalami panjang penyaluran
ditambah dengan lengkungnya. Konfigurasi
terakhir harus sama dengan tumpuan
antara kolom– balok.
Gambar R25.4.3.2a – Sengkang ikat atau
sengkang dipasang tegak lurus
terhadap tulangan yang disalurkan,
sepanjang panjang penyaluran ℓdh.
Gambar R25.4.3.2b – Sengkang ikat atau
sengkang dipasang sejajar terhadap
tulangan yang disalurkan, sepanjang
ekor perpanjangan kait ditambah
bengkokan.
2db 3db
db
dh
ext
2db
3db
db
Ujung kait
(termasuk
bengkokan)
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 571 dari 695

[1] Sengakng ikat dan sengkang pertama harus melingkupi
bagian bengkokan kait sejarak 2db dari luar bengkokan
[2] db adalah diameter nominal batang kait

==== 25.4.3.3 Untuk batang-batang yang
disalurkan dengan kait standar pada ujung
yang tidak menerus dari komponen
struktur dengan kedua selimut samping
dan selimut atas (atau bawah), jaraknya
terhadap kait kurang dari 65 mm, a) hingga
c) harus terpenuhi:
a) Kait harus dilingkupi sepanjang 𝓵𝒅𝒉
dengan sengkang ikat atau sengkang
dengan spasi 𝒔 ≤ 𝟑𝒅𝒃
b) Sengkang ikat atau sengkang pertama
harus dipasang sejarak 2db disisi terluar
bengkokan.
c) 𝚿𝒓 harus diambil sebesar 1,0 dalam
perhitungan 𝓵𝒅𝒉 sesuai 25.4.3.1(a)
Dimana db adalah diameter nominal batang
kait.

==== R25.4.3.3 Tulangan kait sangat rentan
terhadap kegagalan belah beton jika selimut
di kedua sisinya (tegak lurus bidang kait)
dan selimut atas atau bawah (sebidang
pada bidang kait) sangat kecil (mengacu
pada Gambar R25.4.3.3.). Dengan
kekangan minimum yang disediakan oleh
beton, penambahan kekangan yang
disediakan oleh ikat silang atau sengkang
adalah sangat penting, khususnya jika
kekuatan tulangan penuh ditambahkan oleh
tulangan kait dengan selimut yang kecil.
Kasus dimana kait membutuhkan ikat silang
atau sengkang untuk kekangan adalah pada
ujung balok tumpuan sederhana, pada
ujung bebas kantilever, dan pada ujung
komopnen struktur yang merangka pada
joint dimana komponen tidak diteruskan
melebihi joint. Sebaliknya, jika perhitungan
tulangan tekan sangat rendah dimana kait
tidak dibutuhkan untuk penyaluran tulangan,
ikat silang atau sengkang tidak diperlukan.
Ketentuan tersebut tidak berlaku untuk
tulangan kait pada ujung pelat yang tidak
menerus dimana kekangan telah disediakan
oleh pelat di kedua sisinya dan tegak lurus
bidang kait.
Gambar R25.4.3.3 – Selimut beton
sesuai 25.4.3.3

==== 25.4.4 Penyaluran batang ulir berkepala
dalam kondisi tarik

==== 25.4.4 Penyaluran batang ulir berkepala
dalam kondisi tarik

==== 25.4.4.1 Penggunaan kepala tulangan
untuk penyaluran batang ulir dalam
kondisi Tarik diizinkan jika kondisi a)
hingga g) terpenuhi:
a) Batang harus sesuai 20.2.1.3

==== R25.4.4.1 Seperti yang telah digunakan
dalam pasal ini, penyaluran menjelaskan
kasus dimana gaya pada tulangan yang
disalurkan ke beton melalui kombinasi gaya
tumpu pada kepala dan gaya lekatan
sepanjang tulangan. Sebaliknya, Pasal 17
ketentuan pengangkuran menjelaskan
Lebih kecil
dari 65 mm
Sengkang ikat
atau sengkang
disyaratkan
A
Potongan memanjang
db
A
3db
dh
2db
Potongan
A-A
Lebih
kecil dari
65 mm
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 572 dari 695

b) f
y
batang tidak melebihi 420 MPa
c) Ukuran batang tidak melebihi D36
d) Luas tumpu netto kepala tulangan 𝑨𝒃𝒓𝒈
paling sedikit 𝟒𝑨𝒃
e) Beton harus beton normal
f) Selimut bersih tulangan paling sedikit
2db
g) Spasi bersih antar tulangan paling
sedikit 4db
kasus dimana gaya pada tulangan
disalurkan melalui tumpuan ke beton pada
kepala saja. Tulangan berkepala terbatas
pada jenis yang memenuhi syarat kepala
kelas HA pada ASTM A970M karena
berbagai metode digunakan untuk mengikat
kepala ke tulangan, beberapa diantaranya
melibatkan halangan atau gangguan
deformasi tulangan yang berarti. Tulangan
berkepala dengan halangan dan gangguan
deformasi tulangan tidak dievaluasi pada
pengujian untuk merumuskan ketentuan
pada 25.4.4.2. tulangan berkepala yang
dievaluasi pada pengujian hanya terbatas
pada beberapa jenis yang memenuhi
kriteria di 20.2.1.6 untuk kepala kelas HA.
Ketentuan untuk tulangan ulir berkepala
dirumuskan dengan pertimbangan
ketentuan pengangkuran pada Pasal 17 dan
ketentuan kekuatan tumpu pada 22.8
(Thompson et al. 2005, 2006a). Pasal 17
berisi ketentuan untuk angkur berkepala
terkait mode kegagalan individu jebol beton
(concrete breakout), ambrol ke samping
(side-face blowout) dan cabut (pullout).
Kegagalan tersebut dipertimbangkan pada
rumus 25.4.4.2. Larangan pada batas atas
420 MPa untuk f
y, ukuran tulangan
maksimum D36, dan beton normal
berdasarkan data yang ada pada pengujian
(Thompson et al. 2005, 2006a,b).
Untuk tulangan pada kondisi tarik,
pelebaran kepala memungkinkan tulangan
untuk memiliki panjang penyaluran yang
lebih pendek dari yang dibutuhkan untuk
kait standar (Thompson et al. 2005, 2006
a,b). Batasan minimum pada ukuran kepala,
selimut bersih, dan spasi bersih
berdasarkan batas bawah pada parameter
tersebut yang digunakan pada pengujian
bertujuan untuk menetapkan persamaan 𝓵𝒅𝒕
pada 25.4.4.2. Syarat selimut bersih dan
spasi bersih pada 25.4.4.1 berdasarkan
dimensi yang diukur ke tulangan, bukan ke
kepala. Kepala dianggap menjadi bagian
tulangan dengan tujuan untuk memenuhi
persyaratan selimut yang dibutuhkan pada
20.6.1.3, dan persyaratan ukuran agregat
pada 26.4.2.1(a)(4). Untuk menghindari
kerapatan tulangan, dapat dimungkinkan
pemasangan berseling pada kepala.
Tulangan berkepala dengan 𝑨𝒃𝒓𝒈 < 𝟒𝑨𝒃
telah digunakan dalam praktek konstruksi,
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 573 dari 695

tetapi kinerjanya tidak secara akurat
menunjukkan dengan ketentuan di 25.4.4.2,
dan seharusnya hanya digunakan dalam
desain yang ditunjang dengan hasil
pengujian sesuai 25.4.5. Ketentuan ini tidak
ditujukan untuk desain stud atau stud
berkepala yang digunakan untuk tulangan
geser.

==== 25.4.4.2 Panjang penyaluran tarik 𝓵𝒅𝒕
untuk batang ulir berkepala dalam kondisi
tarik harus yang terbesar dari a) hingga c):
a)
'
0,19 y e
b
c
f
d
f




, dengan 𝚿𝒆 diberikan
pada 25.4.4.3 dan nilai 𝒇𝒄′ tidak
melebihi 40 MPa
b) 8db
c) 150 mm

==== R25.4.4.2 Ketentuan untuk penyaluran
tulangan ulir berkepala memberikan
panjang tulangan, 𝓵𝐝𝐭, diukur dari
penampang kritis menuju muka tumpuan
dari kepala, sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar R25.4.4.2a.
Batas atas pada nilai f
c
′ pada 25.4.4.2
untuk digunakan pada perhitungan 𝓵𝒅𝒕
berdasarkan pada kekuatan beton yang
digunakan dalam pengujian (Thompson et
al. 2005, 2006a,b). Karena tulangan
transversal menunjukkan ketidak-efektifan
dalam meningkatkan pengankuran batang
ulir berkepala (Thompson et al. 2005,
2006a,b), tambahan pengurangan pada
panjang penyaluran, seperti yang diizinkan
untuk kait standar dengan penambahan
kekangan yang disediakan tulangan
transversal pada 25.4.3.2, tidak dapat
digunakan untuk tulangan ulir berkepala.
Tulangan transversal, walaupun membantu
batas retak belah pada daerah sekitar
kepala dan untuk alasan itu sangat
disarankan.
Bila tulangan ulir longitudinal berkepala
dari balok atau pelat yang berakhir pada
komponen struktur pendukung, seperti pada
kolom yang tertera pada Gambar

==== R25.4.4.2b, tulangan harus dietruskan
melalui joint ke sisi muka terjauh inti
terkekang pada komponen struktur
pendukung, menyediakan selimut beton dan
menghindari gangguan tulangan kolom,
walaupun hasil dari panjang penyaluran
melebihi 𝓵𝒅𝒕. Memperpanjang tulangan ke
sisi terjauh kolom inti dapat membantu
menyalurkan gaya tekan (seperti
diidentifikasi pada model strut-and-tie) yang
cenderung membentuk keterkaitan dan
meningkatkan kinerja joint.
Bila tulangan berkepala dengan spasi
yang dekat digunakan, potensi kegagalan
jebol (breakout) pada beton kemungkinan
terjadi. Untuk joint-joint sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar R25.4.42c dan
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 574 dari 695


==== R25.4.4.2d, kegagalan jebol pada beton
dapat terhindarkan dengan memberikan
panjang penyaluran yang sama atau lebih
besar dari d/1,5 (Eligehausen 2006b),
seperti pada Gambar R25.4.4.2c atau
dengan memberikan tulangan dalam bentuk
sengkang ikat dan sengkang pengekang
untuk membuat lintasan beban sesuai
dengan prinsip model strut-and-tie,
sebagaimana dijelaskan pada Gambar

==== R25.4.4.2d. Model strut-and-tie harus
dibuktikan sesuai dengan Pasal 23.
Perhatikan bahwa model strut-and-tie
diilustrasikan pada Gambar R25.4.4.2c dan

==== R25.4.4.2d mengandalkan strut vertikal dari
perpanjangan kolom di atas joint. Joint balok
– kolom pada elevasi atap dan portal kolom
balok sangat rentan pada kegagalan joint
dan harus benar–benar didetailkan untuk
menahan retak diagonal melalui joint dan
putus pada tulangan melalui permukaan
atas.
Untuk kasus di mana jebol beton pada
beton tidak dicegah, seperti yang
ditampilkan pada Gambar R25.4.4.2e,
kegagalan tersebut harus dipertimbangkan
sesuai dengan ketentuan Pasal 17.
Gambar R25.4.4.2a – Penyaluran batang
ulir berkepala
dt
Penampang kritis
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 575 dari 695

Gambar R25.4.4.2b – Batang ulir
berkepala yang diteruskan ke sisi terjauh
kolom inti dengan panjang pengangkuran
melebihi 𝓵dt
Gambar R25.4.4.2c – Kegagalan jebol
yang dicegah pada joint dengan
menjaga panjang penyaluran lebih besar
atau sama dengan d/1,5
Muka tumpuan kepala
tulangan
dt
c
strut
Batang ulir berkepala
d/1,5
C
C
d
Catatan: penulangan lain
tidak ditampilkan untuk
kejelasan
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 576 dari 695

Gambar R25.4.4.2d – Kegagalan jebol
yang dicegah pada joint dengan
memberikan tulangan transversal untuk
mengaktifkan mekanisme strut-and-tie
Gambar R25.4.4.2e – Kegagalan jebol
tidak terhalang. Ketentuan Pasal 17
berlaku
d
Batang ulir berkepala
< d/1,5
C
T C
C
T
Catatan:
Garis terputus adalah
strut, garis menerus
tegak adalah sengkang
ikat, gaya tekan dan tarik
digambarkan sebagai
anak panah. Gaya
lainnya tidak ditampilkan
T
d
Kolom atau
dinding
struktural
Batang ulir berkepala
Potensi bidang
retak
Balok
< d/1,5
Catatan: tulangan lain
tidak ditampilkan untuk
kejelasan
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 577 dari 695


==== 25.4.4.3 Faktor modifikasi, Ψe, pada

==== 25.4.4.2(a) harus diambil nilai 1,2 bila
dilapisi dengan epoksi atau seng dan
pelapis ganda epoksi, dan harus diambil
nilai 1,0 untuk tulangan tanpa pelapis atau
pelapis seng (digalvanis).

==== R25.4.4.3 Faktor 1,2 adalah nilai yang
konservatif yang digunakan untuk tulangan
ulir berkepala yang dilapisi dengan epoksi,
nilai yang sama juga digunakan pada kait
standar yang dilapisi dengan epoksi.

==== 25.4.5 Penyaluran angkur mekanis
batang ulir dalam kondisi tarik

==== 25.4.5 Penyaluran angkur mekanis batang
ulir dalam kondisi tarik

==== 25.4.5.1 Semua perangkat mekanis atau
alat yang mampu mengembangkan batang
ulir mencapai fy diizinkan digunakan,
asalkan hal tersebut disetujui oleh pihak
yang berwenang seperti 1.10. Penyaluran
batang ulir boleh berupa kombinasi dari
angkur mekanis ditambah panjang
penyaluran tambahan batang ulir antara
penampang kritis dan perangkat mekanis
atau alat tersebut.

==== R25.4.5.1 Pengangkuran batang ulir
dengan metode penggunaan perangkat
mekanis di dalam beton yang tidak
memenuhi persyaratan pada 20.2.1.6, atau
yang tidak disalurkan sesuai 25.4.4, dapat
digunakan apabila hasil tes menunjukkan
bahwa kemampuan kepala dan sistem
tulangan mampu mengembangkan atau
mengangkur agar mencapai kekuatan yang
diinginkan, sesuai dijelaskan pada
ketentuan ini.

==== 25.4.6 Penyaluran jarring kawat ulir las
dalam kondisi tarik.

==== 25.4.6 Penyaluran jarring kawat ulir las
dalam kondisi tarik.

==== 25.4.6.1 Panjang penyaluran ℓd untuk
jaring kawat ulir las diukur dari penampang
kritis hingga ujung kawat harus diambil
yang terbesar dari a) dan b), dimana kawat
pada arah panjang penyaluran harus
berupa kawat ulir D13 atau yang lebih
kecil.
a) Panjang yang dihitung sesuai 25.4.6.2.
b) 200 mm

==== R25.4.6.1 ASTM A1064M menyebutkan
bahwa penulangan dengan kawat ulir yang
dilas memerlukan kekuatan las yang sama
yang diperlukan untuk penulangan kawat
polos yang dilas. Beberapa jenis
pengembangan diaplikasikan pada las, dan
beberapa jenis lainnya pada panjang kawat
ulir.

==== 25.4.6.2 Untuk jaring kawat ulir las, ℓd
harus dihitung sesuai 25.4.2.2 atau

==== 25.4.2.3, dikalikan faktor jaring kawat ulir
las Ψw dari 25.4.6.3 atau 25.4.6.4.
Sedangkan jaring kawat ulir las yang
dilapisi epoksi yang memenuhi 25.4.6.3,
diizinkan untuk menggunakan Ψe = 1,0
sesuai 25.4.2.2 atau 25.4.2.3.

==== R25.4.6.2 Faktor penulangan kawat ulir
yang dilas, Ψw, digunakan pada panjang
penyaluran kawat ulir yang dilas yang
dihitung sesuai 25.4.2.2 atau 25.4.2.3.
Hasil pengujian (Bartoletti and Jirsa 1995)
menunjukkan bahwa tulangan kawat ulir
yang dilas yang dilapisi epoksi mempunyai
panjang penyaluran yang sama dan
kekuatan sambungan seperti pada tulangan
ulir yang dilas yang tidak dilapisi karena
penampang melintang kawat mampu
memberikan sifat pengangkuran utama dari
kawat tersebut. Oleh karena itu, nilai Ψe
sebesar 1,0 digunakan untuk panjang
penyaluran dan panjang sambungan
lewatan dari tulangan kawat ulir yang dilas
yang dilapisi epoksi dengan penampang
melintang tulangan yang berada dalam
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 578 dari 695

panjang penyaluran atau panjang
penyambungan.

==== 25.4.6.3 Untuk jaring kawat ulir dengan
paling sedikit satu tulangan kawat dalam
rentang ℓd yang setidaknya sejarak 50 mm
dari penampang kritis, Ψw harus yang
terbesar dari a) dan b), dan tidak perlu
melebihi 1,0:
a)
240 y
y
f
f



b)
5 bd
s



dimana s adalah spasi antar kawat yang
disalurkan.

==== R25.4.6.3 Gambar R25.4.6.3
menunjukkan persyaratan penyaluran pada
tulangan ulir yang dilas dengan satu
potongan melintang kawat yang berada di
dalam panjang penyaluran.
Gambar R25.4.6.3 – Penyaluran jaring
kawat ulir las

==== 25.4.6.4 Untuk jaring kawat ulir las
dengan tidak ada tulangan kawat dalam
rentang ℓd yang setidaknya sejarak 50 mm
dari penampang kritis, Ψw harus diambil
1,0.

==== 25.4.6.5 Bila sebarang kawat polos atau
kawat ulir lebih dari D31, yang digunakan
dengan kawat ulir yang dilas ke arah
panjang penyaluran, tulangannya harus
disalurkan sesuai pada 25.4.7.

==== R25.4.6.5 Kawat ulir yang lebih besar dari
D13 dianggap sebagai kawat polos karena
hasil pengujian menunjukkan bahwa kawat
D16 hanya menerima sekitar 60 persen dari
nilai kekuatan lekatan dalam tarik yang
diberikan sesuai persamaan (25.5.2.3a)
(Rutledge dan DeVries 2002).

==== 25.4.6.6 Jaring kawat ulir las yang dilapisi
seng (digalvanis) harus disalurkan sesuai
dengan 25.4.7.

==== 25.4.7 Penyaluran jaring kawat polos
dalam kondisi tarik

==== 25.4.7 Penyaluran jaring kawat polos
dalam kondisi Tarik

==== 25.4.7.1 Panjang penyaluran ℓd untuk
jaring kawat polos las dalam kondisi tarik
diukur dari penampang kritis ke arah paling
jauh kawat melintang harus dipilih terbesar
dari a) dan b), serta harus tersedia
minimum dua kawat melintang sepanjang
ℓd.
a) Panjang dihitung berdasarkan 25.4.7.2.
b) 150 mm

==== R25.4.7.1 ASTM A1064M menyebutkan
bahwa penulangan dengan kawat polos
yang dilas memerlukan kekuatan yang
sama dengan kawat yang diperlukan untuk
kawat ulir yang dilas. Semua bentuk
penyaluran digunakan pada penampang
melintang kawat, yang mengakibatkan
kawat polos yang dilas membutuhkan paling
tidak dua buah kawat yang terpotong.
50 mm
min.
Penampang
kritis
d mm
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 579 dari 695


==== 25.4.7.2 ℓd harus yang terbesar dari a)
dan b):
a) Spasi dari kawat melintang + 50 mm
b)
'
3, 3 y b
c
f A
f s
 
    
, dimana s adalah
spasi antar kawat yang disalurkan, dan
λ diberikan dalam Tabel 25.4.2.4.

==== R25.4.7.2 Gambar R25.4.7.2
menunjukkan bahwa persyaratan
penyaluran pada tulangan kawat polos yang
dilas dengan penyaluran yang sangat
tergantung pada letak penampang
melintang kawat.
Pada tulangan kawat polos yang dilas
dengan ukuran kawat yang kecil, berupa
penanaman paling sedikit dua potongan
melintang kawat yang berukuran 50 mm
atau lebih melewati titik penampang kritis,
sudah cukup untuk mengembangkan
hingga mencapai kekuatan leleh penuh dari
kawat yang diangkur. Namun, pada
tulangan kawat polos yang dilas dengan
lokasi spasi antar kawat yang lebih dekat,
penanaman yang lebih panjang dibutuhkan
dengan mengontrol panjang penyaluran
yang dikontrol oleh 25.4.7.2(b).
Gambar R25.4.7.2 – Penyaluran jaring
kawat polos las

==== 25.4.8 Penyaluran tujuh-kawat strand
prategang dalam kondisi tarik.

==== R25.4.8 Penyaluran tujuh-kawat strand
prategang dalam kondisi tarik – Persyaratan
penyaluran untuk strand pratarik
dimaksudkan untuk menyediakan integritas
lekatan untuk kekuatan komponen struktur.
Ketentuan-ketentuan ini didasarkan pada
hasil pengujian pada beton dengan berat
normal dengan tebal selimut minimum 50
mm. Namun pengujian ini tidak dapat
digunakan untuk menggambarkan perilaku
dari strand pada beton tanpa nilai slump.
Pengerjaan penempatan beton tersebut
harus dapat memastikan terjadinya
konsolidasi pada beton di sekitar strand
dimana kontak penuh antara beton dan baja
terjadi.
Lekatan strand merupakan fungsi dari
beberapa faktor, yang di dalamnya
termasuk konfigurasi dan kondisi
permukaan baja, tegangan pada baja,
kedalaman beton di bawah strand, dan
metode yang digunakan untuk menyalurkan
gaya dari strand ke beton. Untuk aplikasi
strand dengan lekatan, kualitas dari
50 mm
Penampang
kritis
d 150 mm
min.
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 580 dari 695

prosedur pengerjaan sangat diperlukan
untuk menentukan apakah strand mampu
menahan lekatan dengan cukup (Rose and
Russell 1997; Logan 1997). Pabrikan beton
pracetak bergantung pada sertifikat yang
berasal dari pabrikan strand yang
menunjukkan bahwa strand mempunyai
sifat lekatan yang memenuhi dengan
persyaratan pada pasal ini.
Pasal ini tidak mengacu pada kawat polos,
tendon pada ujung angkur, atau strand yang
tidak diberikan tegangan. Panjang
penyaluran kawat polos seharusnya
menjadi lebih besar karena tidak adanya
kuncian mekanik. Kegagalan lekatan lentur
dapat terjadi pada kawat polos ketika
pertama kali slip terjadi. Baja prategang
yang tidak diberi tegangan kadang-kadang
dapat digunakan sebagai tulangan
pelengkap pada struktur beton pracetak.
Meskipun demikian, hanya ada sedikit data
yang tersedia terkait dengan kebutuhan
panjang lekatan yang dapat memastikan
kekuatan leleh pada tulangan (Salmons and
McCrate 1977).

==== 25.4.8.1 Panjang penyaluran tarik ℓd
untuk tujuh-kawat strand prategang harus
sesuai dengan a) dan b):
a)
21 7
se ps se
d b b
f f f
d d
    
    
   
(25.4.8.1)
b) Apabila lekatan dari strand tidak sampai
ke ujung dari komponen, dan desain
termasuk gaya tarik saat beban layan
pada daerah tarik yang sebelumnya
tertekan (precompressed tension zone)
ℓd yang dihitung dengan Pers. (25.4.8.1)
harus dikali dua.

==== R25.4.8.1 Komponen pertama dari
persamaan (25.4.8.1) menjelaskan tentang
panjang penyaluran dari strand, yaitu jarak
dimana strand terikat pada beton untuk
mengembangkan tegangan prategang
efektif pada baja prategang, fse. Sedangkan
komponen kedua menjelaskan tentang
penambahan panjang dimana strand terikat
pada beton sehingga tegangan yang terjadi
pada baja prategang pada kekuatan
nominal, fps, mampu berkembang.
Penelitian (Kaar and Magura 1965) yang
mempelajari efek dari strand yang
mengalami kehilangan lekatan atau strand
mengalami debonding (lekatan tidak
diizinkan untuk bertambah hingga ujung
batang) yang terjadi pada balok gelagar
pratarik mengindikasikan kinerja balok
gelagar dengan dua kali panjang
penyaluran sesuai yang diisyaratkan oleh
persamaan (25.4.8.1) memiliki hasil lentur
yang hampir mendekati dengan balok
gelagar pratarik sama yang memiliki strand
terikat penuh pada ujung gelagar. Oleh
karena itu, nilai dua kali lipat dari panjang
penyaluran dibutuhkan strand agar tidak
terikat hingga ujung batang. Pengujian yang
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 581 dari 695

dilakukan setelahnya (Rabbat et al. 1979)
menunjukkan bahwa pada batang pratarik
yang didesain dengan nilai gaya tarik 0 (nol)
pada beton dengan kondisi beban layan
(mengacu pada 24.5.2), panjang
pengembangan pada strand yang
mengalami debonding tidak bisa diberikan
tambahan angka faktor 2 (dua). Untuk dapat
menganalisis penampang dengan kondisi
strand yang mengalami debonding pada
tempat dimana strand tidak mampu
berkembang secara sempurna, digunakan
langkah-langkah pada 21.2.3.

==== 25.4.8.2 Strand tujuh-kawat harus
dilekatkan paling sedikit sebesar ℓd diluar
penampang kritis, kecuali yang disebutkan
oleh 25.4.8.3.

==== 25.4.8.3 Penamanan yang kurang dari ℓd
diizinkan pada penampang komponen
struktur, asalkan tegangan desain strand
pada penampang tersebut tidak melebihi
nilai yang diperoleh dari hubungan bilinear
yang didefinisikan pada Pers. (25.4.8.1).

==== R25.4.8.3 Gambar R25.4.8.3
menunjukkan persamaan antara tegangan
baja dan jarak dimana strand mengalami
pengikatan dengan beton sesuai Pers.
(25.4.8.1). Variasi tegangan strand dengan
kondisi ideal ini digunakan untuk
menganalisis penampang di dalam daerah
penyaluran (Martin and Korkosz 1995; PCI
MNL 120). Panjang transfer dan
penambahan panjang lekatan dibutuhkan
untuk menambahkan tegangan (fps – fse)
yang didasarkan pada pengujian pada
batang prategang dengan diameter bersih
strand sebesar 6,4, 9,5, dan 12,7 mm dan
dengan nilai maksimum fps sebesar 1900
MPa (Kaar and Magura 1965; Hanson and
Kaar 1959; Kaar et al. 1963).
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 582 dari 695

Gambar R25.4.8.3 – Idealisasi hubungan
bilinear antara tegangan baja dan jarak
dari ujung bebas strand

==== 25.4.9 Penyaluran batang ulir dan kawat
ulir dalam kondisi tekan.

==== 25.4.9 Penyaluran batang ulir dan kawat
ulir dalam kondisi tekan.

==== 25.4.9.1 Panjang penyaluran ℓdc untuk
batang ulir dan kawat ulir dalam kondisi
tekan harus yang terbesar dari a) dan b)
a) Panjang yang dihitung berdasarkan

==== 25.4.9.2
b) 200 mm

==== R25.4.9.1 Efek perlemahan yang
disebabkan oleh retak akibat gaya tarik
lentur tidak terdapat pada batang dan kawat
pada daerah tekan, dan biasanya daya
dukung ujung dari batang pada beton
sangat bermanfaat. Oleh karena itu,
panjang penyaluran yang lebih pendek
digunakan secara lebih khusus pada daerah
tekan dibandingkan dengan daerah daerah
tarik.

==== 25.4.9.2 Nilai ℓdc harus yang terbesar dari
a) dan b), menggunakan faktor modifikasi
sesuai dengan 25.4.9.3:
a)
'
0,24 y r
b
c
f
d
 f
  
 
 
 
b) 0,043 y r b f  d

==== R25.4.9.2 Nilai konstanta 0,043 memiliki
satuan mm2/N.
Koefisien λ didasarkan pada nilai
penyaluran sesuai pada 25.4.9.2 mengingat
tidak adanya data hasil pengujian pada
penyaluran daerah tekan dengan
menggunakan beton ringan sebagai bahan
ujinya dimana pemisahan komponen sering
terjadi pada beton ringan.
Pada kekuatan nominal
komponen struktur
Prategang
saja
Tegangan
baja
fse
fps
(fse /21)db [(fps – fse)/ 7]db
d = jarak dari ujung bebas strand
d
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 583 dari 695


==== 25.4.9.3 Untuk perhitungan ℓdc, faktor
modifikasi harus mengikuti Tabel 25.4.9.3,
kecuali faktor Ψr diizinkan untuk diambil
sebesar 1,0.
Tabel 25.4.9.3 – Faktor modifikasi
batang ulir dan kawat dalam kondisi
tekan
Faktor
modifikasi
Kondisi Nilai
Bobot
beton
λ
Beton ringan 0,75
Beton ringan, apabila fct
disyaratkan
Sesuai
pada
19.2.4.3
Beton normal 1,0
Tulangan
pengekang
Ψr
Tulangan dilingkupi oleh
(1), (2), (3), atau (4):
(1) tulangan spiral
(2) tulangan lingkaran
menerus dengan db ≥
6 mm dan jarak 100
mm
(3) Sengkang D13 atau
pengikat kawat D10,
yang sesuai 25.7.2
dengan spasi
pusatnya ≤ 100 mm
(4) Sengkang
pengekang, yang
sesuai 25.7.4
dengan spasinya ≤
100 mm
0,75
Lainnya 1,0

==== R25.4.9.3 Panjang penyaluran dapat
direduksi sebanyak 25 persen ketika
penulangan dilingkupi oleh tulangan spiral,
sengkang ikat, atau sengkang pengekang
yang memiliki spasi rapat.

==== 25.4.10 Reduksi panjang penyaluran
untuk tulangan lebih

==== 25.4.10 Reduksi panjang penyaluran
untuk tulangan lebih

==== 25.4.10.1 Reduksi panjang penyaluran
sesuai definisi pada 25.4.2.1(a),

==== 25.4.3.1(a), 25.4.6.1(a), 25.4.7.1(a), dan

==== 25.4.9.1(a) diizinkan, dengan
menggunakan rasio (As,perlu)/(As,terpasang),
kecuali apabila dilarang oleh 25.4.10.2.
Panjang penyaluran yang telah
dimodifikasi tidak boleh kurang dari nilai
minimum sesuai pada 25.4.2.1(b),

==== 25.4.3.1(b), 25.4.3.1(c), 25.4.6.1(b),

==== 25.4.7.1(b), dan 25.4.9.1(b).

==== R25.4.10.1 Nilai reduksi pada panjang
penyaluran ini diizinkan dengan batasan
tertentu apabila penulangan berlebih terjadi.

==== 25.4.10.2 Reduksi panjang penyaluran
yang sesuai dengan 25.4.10.1 tidak
diizinkan untuk kondisi a) hingga e).

==== R25.4.10.2 Adanya faktor penulangan
berlebih (As required/As, provided), diterapkan pada
batang tulangan ulir tanpa kepala, dan tidak
berlaku pada batang berkepala (headed
bar) dimana gaya disalurkan melalui
kombinasi tumpuan pada bagian kepala dan
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 584 dari 695

a) Terletak pada tumpuan yang tidak
menerus
b) Terletak pada lokasi dimana
pengangkuran atau penyaluran untuk fy
diperlukan
c) Lokasi dimana dibutuhkan tulangan
menerus
d) Pada tulangan batang ulir berkepala
dan angkur mekanis
e) Pada struktur sistem penahan gaya
seismik yang termasuk kategori desain
seismik D, E, atau F
lekatan sepanjang batang. Pecahnya beton
akibat gaya tumpu pada bagian kepala
batang kemudian digunakan untuk
memperbaiki ketentuan pada 25.4.4. Hal
tersebut disebabkan oleh kekuatan jebol
(breakout) beton dari batang berkepala
merupakan fungsi dari kedalaman
penanaman hingga pangkat 1,5 (merujuk
pada Pers. 17.4.2.2a), nilai pengurangan
pada panjang penyaluran dengan
penggunaan faktor penulangan berlebih
dapat menghasilkan kemungkinan
terjadinya kegagalan jebol beton.
Apabila komponen struktur lentur
merupakan bagian dari sistem pemikul gaya
seismik, beban yang terjadi lebih besar
daripada hasil desain dapat menyebabkan
terjadinya pembalikan momen lentur pada
daerah tumpuan; dimana penulangan positif
harus dikembangkan secara penuh pada
daerah tumpuan ini. Adanya sistem angkur
ini dibutuhkan untuk memastikan respons
daktail pada saat terjadi kelebihan tegangan
(overstress), terutama apabila terjadi gempa
atau adanya ledakan. Sehingga akan
menjadi tidak lebih tepat apabila digunakan
penulangan yang berlebih untuk tegangan
terjadi yang lebih kecil.
Nilai faktor reduksi yang didasarkan pada
luasan tidak dapat digunakan pada kasuskasus
tersebut dimana penyaluran angkur
untuk nilai penuh dari fy dibutuhkan.
Contohnya adalah faktor penulangan
berlebih tidak dapat diterapkan untuk
penyaluran tulangan susut (shrinkage) dan
suhu yang sesuai pada 24.4.3.4 atau
penyaluran tulangan yang seuai dengan
pada 8.7.4.2, 8.8.1.6, 9.7.7, dan 9.8.1.6.

==== 25.5 - Sambungan lewatan

==== 25.5.1 Umum

==== R25.5 - Sambungan lewatan

==== R25.5.1 Panjang sambungan lewatan
pada tulangan longitudinal pada kolom
dihitung berdasarkan pada 10.7.5, 18.7.4.3,
dan pada pasal ini.

==== 25.5.1.1 Sambungan lewatan tidak
diizinkan untuk tulangan yang lebih besar
dari D36, kecuali kondisi yang diatur pada

==== 25.5.5.3.

==== R25.5.1.1 Dikarenakan kurangnya hasil
data eksperimen yang cukup untuk
sambungan lewatan pada tulangan D43 dan
D57 untuk kondisi tekan dan tarik,
menyebabkan sambungan lewatan pada
tulangan tersebut dibatas kecuali sudah
diizinkan sesuai pada 25.5.5.3 untuk
sambungan lewatan dari tulangan D43 pada
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 585 dari 695

daerah tekan dan tulangan D57 dengan
diameter yang lebih kecil.

==== 25.5.1.2 Untuk sambungan lewatan
kontak, spasi bersih minimum antara
sambungan lewatan kontak tersebut dan
sambungan lewatan atau tulangan yang
berdekatan harus sesuai dengan
persyaratan untuk tulangan individual
sesuai dengan 25.2.1.

==== 25.5.1.3 Untuk kondisi sambungan
lewatan nonkontak pada komponen lentur,
spasi antar pusat arah melintang dari
tulangan lewatan tidak boleh melebihi yang
terkecil dari 1/5 panjang sambungan
lewatan yang dibutuhkan dan 150 mm.

==== R25.5.1.3 Apabila tulangan individual
pada sambungan lewatan tanpa kontak
terlalu jauh jarak spasinya, penampang
beton yang tidak memiliki tulangan akan
tercipta. Dengan cara kita mendesain agar
retak (crack) yang terjadi dipaksa untuk
mengikuti garis zig-zag (dengan kemiringan
5:1) dapat dianggap sebagai tindakan
pencegahan minimal. Jarak spasi 150 mm.
Spasi maksimal digunakan karena banyak
penelitian yang telah dilakukan terkait
dengan sambungan lewatan pada batang
ulir dihubungkan dengan penulangan di
dalam spasi ini.

==== 25.5.1.4 Reduksi panjang penyaluran
yang sesuai dengan 25.4.10.1 tidak
diizinkan untuk menghitung panjang
sambungan lewatan.

==== R25.5.1.4 Panjang penyaluran ℓd
digunakan untuk memperoleh panjang
lewatan yang didasarkan pada fy karena
pembagian jenis sambungan lewatan yang
ada mencerminkan penulangan berlebih
pada lokasi dimana sambungan lewatan
dipasang; sehingga nilai faktor dari

==== 25.4.10.1 untuk nilai As berlebih tidak boleh
digunakan.

==== 25.5.1.5 Panjang penyaluran tulangan
bundel harus sesuai dengan 25.6.1.7.

==== 25.5.2 Panjang sambungan lewatan
batang ulir dan kawat ulir dalam kondisi
tarik

==== R25.5.2 Panjang sambungan lewatan
batang ulir dan kawat ulir dalam kondisi tarik

==== R25.5.2.1 Panjang sambungan lewatan
ℓst batang ulir dan kawat ulir dalam kondisi
tarik harus disesuaikan dengan Tabel

==== 25.5.2.1, dimana ℓd sesuai dengan

==== 25.4.2.1(a).

==== R25.5.2.1 Sambungan lewatan pada
kondisi tarik dapat digolongkan menjadi
Kelas A atau Kelas B, dengan panjang
lewatan dari beberapa jenis panjang
penyaluran tekan ℓd dihitung berdasarkan
pada 25.4.2.2 atau 25.4.2.3.
Persyaratan dari sambungan lewatan dua
tingkat menyebabkan penyambungan
tulangan dipasang pada posisi tegangan
minimal dan adanya sambungan lewatan
selang-seling untuk meningkatkan detail
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 586 dari 695

perilaku kritis tersebut. Untuk penghitungan
ℓd pada sambungan lewatan selang-seling,
spasi bersih diambil sebagai jarak minimum
antar sambungan lewatan yang berdekatan,
atau seperti digambarkan pada Gambar

==== R25.5.2.1.
Persyaratan sambungan lewatan kondisi
tarik menyebabkan letak sambungan
lewatan menjauh dari daerah tegangan tarik
yang tinggi ke lokasi dimana tulangan
digunakan paling sedikti dua kali dari yang
dibutuhkan sesuai analisis.
Gambar R25.5.2.1 – Spasi bersih
tulangan sambungan lewatan untuk
menentukan nilai ℓd untuk sambungan
lewatan selang-seling (staggered)
Tabel 25.5.2.1 – Panjang sambungan lewatan
batang ulir dan kawat ulir dalam kondisi Tarik
As,t /As,p
[1]
sepanjang
sambungan
lewatan
Maksimum
persentase
dari As
lewatan
dalam
panjang
lewatan
yang
diperlukan
Tipe
sambungan
lewatan
ℓst
≥ 2,0
50 kelas A
terbesar
dari
1,0 ℓd dan
300 mm
100 kelas B
terbesar
dari
1,3 ℓd dan
< 2,0 300 mm
semua
kelas
kelas B
Tulangan
dengan
sambungan
lewatan
Spasi bersih
Spasi bersih
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 587 dari 695

[1] Rasio luas tulangan yang terpasang (As,t) terhadap luas tulangan
yang diperlukan (As,p) sesuai analisis pada lokasi sambungan
lewatan.

==== 25.5.2.2 Apabila batang-batang dengan
ukuran berbeda pada sambungan lewatan
dalam kondisi tarik, ℓst harus lebih besar
dari ℓd untuk diameter batang terbesar dan
ℓst untuk diameter batang terkecil.

==== 25.5.3 Panjang sambungan lewatan
jaring kawat ulir las dalam kondisi tarik

==== 25.5.3 Panjang sambungan lewatan jaring
kawat ulir las dalam kondisi tarik

==== 25.5.3.1 Panjang sambungan lewatan
tarik ℓst dari jaring kawat ulir las dalam
kondisi tarik dengan persilangan kawat
berada dalam panjang sambungan
lewatan harus yang terbesar dari 1,3ℓd dan
200 mm, dimana ℓd dihitung sesuai dengan

==== 25.4.6.1(a), selama a) dan b) terpenuhi:
a) bagian lewatan antara persilangan
kawat terluar pada masing-masing
lembar jaringan paling sedikit 50 m
b) Jaringan kawat pada arah panjang
penyaluran harus berupa kawat ulir D13
atau yang lebih kecil

==== 25.5.3.1.1 Apabila 25.5.3.1(a) tidak
terpenuhi, maka nilai ℓst harus dihitung
berdasarkan 25.5.2.

==== R25.5.3.1 Ketentuan sambungan lewatan
untuk tulangan ulir yang dilas berdasarkan
pada pengujian (Lloyd and Kesler 1969).
Penggunaan sambungan lewatan pada
tulangan kawat ulir yang dilas harus
memenuhi persyaratan pada standar ini dan
pada 25.5.3.1.1 yang kemudian
digambarkan pada Gambar R25.5.3.1.
Apabila tidak ada kawat melintang
sepanjang sambungan lewatan, ketentuan
untuk kawat ulir dapat diterapkan.
Gambar R25.5.3.1 – Sambungan lewatan
pada jaring kawat ulir las

==== 25.5.3.1.2 Apabila 25.5.3.1(b) tidak
terpenuhi, maka ℓst harus dihitung
berdasarkan pada 25.5.4.

==== R25.5.3.1.2 Apabila ada kawat polos atau
kawat ulir yang lebih besar dari D13, yang
digunakan di dalam tulangan kawat ulir yang
dilas pada arah sambungan lewatan atau
ketika ada tulangan kawat ulir yang dilas
yang mengalami sambungan lewatan
dengan tulangan kawat polos yang dilas,
maka penulangan seharusnya dibuat
sambungan lewatan sesuai dengan
persyaratan dari sambungan lewatan
tulangan kawat polos yang dilas. Kawat ulir
yang berukuran lebih dari D13 dianggap
sebagai kawat polos karena hasil pengujian
menunjukkan bahwa kawat D16 akan
menerima hanya sekitar 60 persen dari
(a) Pasal 25.5.3.1a
Sama dengan yang berlaku untuk
kawat ulir (25.5.2)
(b) Pasal 25.5.3.1.1
1,3 d mm
50 mm
min.
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 588 dari 695

kekuatan lekatan dalam kondisi tarik sesuai
dengan Pers. 25.4.2.3a (Ruthledge and
DeVries 2002).

==== 25.5.3.1.3 Apabila jaring kawat ulir las
diberikan lapisan seng (digalvanis), maka
ℓst harus dihitung berdasarkan pada 25.5.4.

==== 25.5.4 Panjang sambungan jaring kawat
polos las dalam kondisi tarik

==== 25.5.4 Panjang sambungan jaring kawat
polos las dalam kondisi tarik

==== 25.5.4.1 Panjang sambungan lewatan
tarik ℓst dari jaring kawat polos las antar
persilangan kawat paling luar pada
masing-masing lembar jaringan harus
diambil sedikitnya yang terbesar dari a)
hingga c):
a) s + 50 mm
b) 1,5ℓd
c) 150 mm
Dimana s adalah spasi persilangan kawat
dan ℓd dihitung berdasarkan pada

==== 25.4.7.2(b).

==== R25.5.4.1 Kekuatan sambungan lewatan
pada tulangan kawat polos yang dilas
sangat tergantung pada pengenkuran yang
diperoleh dari potongan kawat melintang
dibandingkan dengan panjang lewatan
kawatnya. Untuk alasan ini, sambungan
lewatan ditentukan dalam overlap atau
kawat melintang (dalam satuan inch)
dibandingkan dengan diameter atau
panjang kawat itu sendiri. Penambahan
panjang lewatan sebesar 50 mm diperlukan
untuk menyediakan overlap yang cukup
bagi kawat melintang dan mampu
menyediakan spasi agar konsolidasi beton
yang cukup di antara kawat-kawat
melintang tersebut mampu terpenuhi.
Penelitian (Lloyd 1971) menunjukkan hasil
bahwa penambahan panjang lewatan
diperlukan ketika tulangan yang dilas cukup
besar, spasi kawat yang rapat disambunglewatkan,
sehingga konsekuensinya adalah
persyaratan panjang sambungan lewatan
tambahan digunakan pada penulangan
tersebut sebagai tambahan sebesar
minimum 150 mm. Persyaratan sambungan
lewatan digambarkan pada Gambar

==== R25.5.4.1. Apabila nilai dari As,terpasang / As,perlu
≥ 2 melebihi panjang sambungan lewatan,
ℓst ditentukan oleh 25.5.4.2.
Gambar R25.5.4.1 – Sambungan lewatan
jaring kawat polos las bila
As,terpasang / As,perlu < 2
1,5 d 150 mm
As,terpasang / As,perlu < 2
50 mm
min.
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 589 dari 695


==== 25.5.4.2 Apabila As,terpasang / As,perlu ≥ 2.0
sepanjang sambungan lewatan, ℓst yang
diukur antara pesilangan kawat paling luar
pada masing-masing lembar jaringan
diizinkan untuk diambil yang terbesar dari
a) dan b).
a) 1,5 ℓd
b) 50 mm
dimana ℓd dihitung sesuai 25.4.7.2(b).

==== R25.5.4.2 Ketika nilai As,terpasang / As,perlu ≥ 2,
sambungan lewatan untuk tulangan kawat
polos yang dilas ditunjukkan pada gambar

==== R25.5.4.2.
Gambar R25.5.4.2 – Sambungan lewatan
jaring kawat polos las bila
As,terpasang / As,perlu ≥ 2

==== 25.5.5 Panjang sambungan lewatan
batang ulir dalam kondisi tekan

==== R25.5.5 Panjang sambungan lewatan
batang ulir dalam kondisi tekan – Penelitian
mengenai lekatan lebih banyak mengamati
terkait dengan tulangan pada kondisi tarik.
Perilaku lekatan pada tulangan tekan tidak
dipengaruhi oleh adanya masalah retak
transversal tekan dan nantinya sambungan
lewatan pada daerah tekan tidak
memerlukan peraturan yang lebih ketat
dibandingkan sambungan lewatan pada
kondisi tarik.
Persyaratan sambungan lewatan pada
kolom terdapat pada Pasal 10.

==== 25.5.5.1 Panjang sambungan lewatan
tekan ℓsc pada batang ulir D36 atau yang
lebih kecil harus dihitung sesuai dengan a)
atau b):
a) Untuk fy ≤ 420 MPa: nilai ℓsc harus yang
terbesar dari 0,071 fy db dan 300 mm.
b) Untuk fy > 420 MPa: nilai ℓsc harus yang
terbesar dari (0,13 fy – 24) db dan 300
mm.
Untuk fc’ < 21 MPa, maka panjang
sambungan lewatan harus ditambahkan
sepertiganya.

==== 25.5.5.2 Sambungan lewatan tekan tidak
diperkenankan digunakan untuk diameter
yang lebih besar dari D36, kecuali diizinkan
dalam 25.5.5.3.

==== R25.5.5.1 Hasil penelitian (ACI Committee
408 1966; Pfister and Mattock 1963)
menunjukkan bahwa kekuatan sambungan
lewatan pada daerah tekan sangat
tergantung pada tumpuan ujung dan
nilainya tidak bertambah secara
proporsional ketika panjang sambungan
lewatan dibuat dua kali lipat. Dengan
demikian, pada kekuatan leleh tertentu di
atas mutu 420 MPa, panjang sambungan
pada daerah tekan akan meningkat secara
signifikan.

==== 25.5.5.3 Sambungan lewatan tekan untuk
batang D43 atau D57 hingga D36 atau
batang yang lebih kecil diizinkan dan harus
sesuai dengan 25.5.5.4.

==== R25.5.5.3 Sambungan lewatan biasanya
dibatasi untuk batang D43 atau D57. Untuk
gaya tekan saja, meskipun sambungan
lewatan diizinkan antara batang D43 atau
1,5 d mm
As,terpasang / As,perlu
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 590 dari 695

D57 dan digunakan batang D36 atau batang
yang lebih kecil.

==== 25.5.5.4 batang-batang dengan ukuran
berbeda pada sambungan lewatan dalam
kondisi tekan, ℓsc harus lebih besar dari ℓdc
untuk batang lebih besar yang dihitung
dengan 25.4.9.1 dan ℓsc untuk batang lebih
kecil yang dihitung dengan 25.5.5.1.

==== 25.5.6 Sambungan tumpuan ujung dalam
kondisi tekan.

==== 25.5.6 Sambungan tumpuan ujung dalam
kondisi tekan.

==== 25.5.6.1 Untuk batang-batang yang
hanya diperlukan untuk tekan saja,
penyaluran tegangan tekan oleh tumpuan
ujung-ujung dengan potongan
bujursangkar yang diikat dengan
konsentris oleh alat yang sesuai diizinkan.

==== R25.5.6.1 Pengalaman penggunaan
sambungan lewatan ujung banyak
ditemukan pada batang vertikal pada kolom.
Apabila batang dimiringkan secara
signifikan dari arah vertikal, maka perlu
diperhatikan untuk memastikan tercapainya
dan terjaganya kontak akibat tumpuan ujung
yang cukup.

==== 25.5.6.2 Sambungan tumpuan ujung
hanya boleh digunakan pada komponen
struktur yang diberi sengkang terturup,
sengkang ikat, spiral, maupun sengkang
pengekang.

==== R25.5.6.2 Pembatasan ini untuk
memastikan nilai tahanan geser minimum
pada penampang yang mengandung
sambungan lewatan akibat tumpuan ujung.

==== 25.5.6.3 Ujung batang harus diakhiri
pada permukaan yang datar dengan sudut
1,5 derajat dalam arah tegak lurus sumbu
batang tulangan dan harus dipaskan
dengan baik, maksimum dalam batas 3
derajat dari kondisi tertumpu sepenuhnya
setelah pemasangan tulangan selesai.

==== R25.5.6.3 Adanya toleransi ini untuk
menggambarkan kondisi sesungguhnya
berdasarkan penelitian menggunakan
batang ukuran sebesarnya yang
menggunakan batang D57.

==== 25.5.7 Sambungan mekanis dan las
batang ulir dalam kondisi tarik atau tekan

==== R25.5.7 Sambungan mekanis dan las
batang ulir dalam kondisi tarik atau tekan –
Standar ACI 318-2014 menghilangkan
sambungan mekanis dan las untuk
kekuatan yang kurang dari 1,25fy. Dengan
adanya penghilangan aturan ini maka istilah
“secara penuh” juga dihilangkan pada
sambungan mekanis dan las yang
dikembangkan dengan nilai 1,25 fy.

==== 25.5.7.1 Sambungan mekanis atau
sambungan las harus mampu
mengembangkan tarik dan tekan, seperti
disyaratkan, paling sedikit 1,25 fy batang
tulangan.

==== R25.5.7.1 Tegangan tulangan maksimum
yang digunakan pada standar ini
merupakan tegangan leleh spesifik. Untuk
memastikan dapat memberikan kekuatan
yang cukup pada sambungan maka
pelelehan dapat tercapai pada komponen
struktur dan nantinya kegagalan getas
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 591 dari 695

(brittle) dapat dihindari, dengan
penambahan nilai sebesar 25 persen di atas
tegangan leleh spesifik tersebut dipilih
selain untuk menghasilkan nilai keamanan
minimum yang memenuhi dan juga untuk
memberikan efek ekonomis yang lebih
maksimal.
Sambungan yang dilas utamanya
digunakan untuk batang dengan dimensi
yang besar (D19 atau lebih besar).
Persyaratan tegangan tarik yang senilai 125
persen lebih tinggi dari tegangan leleh
spesifik dimaksudkan untuk menyediakan
pengelasan yang baik sehingga hal ini juga
cukup untuk tekan.
Sedangkan las direct butt sudah tidak
diperlukan lagi, mengingat peraturan AWS
D1.4 menyatakan bahwa dimanapun
digunakannya, las direct butt lebih cocok
digunakan untuk tulangan D22 atau yang
lebih besar.

==== 25.5.7.2 Pengelasan pada batang
tulangan harus memenuhi 26.6.4.

==== 25.5.7.3 Sambungan mekanis atau
sambungan las tidak perlu dipasang
selang-seling kecuali dipersyaratkan

==== 25.5.7.4.

==== R25.5.7.3 Meskipun sambungan mekanis
dan sambungan lewatan las tidak perlu
dipasang selang-seling, pemasangan
selang-seling tersebut sebenarnya
dianjurkan dan diperlukan untuk
kemudahan konstruksi sehingga
menyediakan spasi yang cukup di antara
sambungan untuk pemasangannya atau
untuk memenuhi persyaratan spasi bersih.

==== 25.5.7.4 Sambungan pada komponen
tarik tie harus dibuat dari sambungan
mekanis atau las sesuai dengan

==== 25.5.5.7.1. Sambungan pada tulangan
yang bersebelahan harusnya dibuat
selang-seling paling sedikit 750 mm.

==== R25.5.7.4 Komponen tarik tie mempunyai
karakteristik berikut: komponen yang
mempunyai nilai tegangan aksial tarik yang
cukup untuk menciptakan tarik pada seluruh
penampang melintang; nilai tegangan
tulangan pada tiap batang harus berupa
tegangan yang efektif; dan dibatasi oleh
selimut beton pada tiap sisi-sisinya. Contoh
dari komponen yang dapat digolongkan
sebagai komponen tarik tie (tension ties)
adalah komponen tarik pada struktur
pelengkung (arch ties), komponen
penggantung (hanger) yang menahan
beban pada struktur yang mendukung ke
atas, dan elemen tarik utama pada sistem
rangka batang.
Untuk menentukan komonen dapat
digolongkan sebagai komponen tarik tie
(tension ties), perlu diberikan pertimbangan
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 592 dari 695

terkait keutamaan, fungsi, proporsi, dan
kondisi tegangan pada tiap batang yang
dihubungkan dengan karakteristik tersebut
di atas. Contohnya adalah tangki besar
berbentuk lingkaran, dengan begitu banyak
tulangan dan sambungan lewatan yang
dibuat selang-seling dan memiliki spasi
yang lebar, tidak dapat digolongkan sebagai
komponen tarik tie (tension ties), dan
sambungan Kelas B dapat digunakan untuk
jenis ini.

==== 25.6 - Bundel tulangan

==== 25.6.1 Tulangan nonprategang

==== R25.6 - Bundel tulangan

==== R25.6.1 Tulangan nonprategang

==== 25.6.1.1 Kumpulan batang tulangan
sejajar menjadi satu bundel tulangan harus
dibatasi hanya sebanyak empat batang
pada setiap bundelnya.

==== R25.6.1.1 Kalimat dalam standar “bundel
menjadi satu yang perilaku sebagai satu
unit” dimaksudkan untuk mencegah
penggunaan bundel lebih dari dua batang
pada bidang yang sama. Bentuk tipikal
bundel tulangan pada penampang
melintang adalah bentuk triangular, bentuk
L, atau pola berbentuk kotak untuk tiga atau
empat tulangan bundel. Untuk diperhatikan
saat pelaksanaan, bundel tulangan dengan
satu tulangan yang lebih dalam pada bidang
lentur tidak boleh diberikan kait atau ditekuk
menjadi satu unit tersendiri. Apabila kait
ujung diperlukan, lebih baik untuk
memberikan kait satu per satu pada tiap
batang individual di dalam satu bundel
tersebut.

==== 25.6.1.2 Bundel tulangan harus dilingkupi
dengan tulangan transverasal. Bundel
tulangan pada komponen struktur tekan
harus dilingkupi dengan tulangan
transversal paling kecil ukuran D13.

==== 25.6.1.3 Batang dengan ukuran yang
lebih besar dari D36 tidak boleh dibundel
pada balok.

==== R25.6.1.3 Pembatasan bahwa tulangan
dengan dimensi yang lebih besar dari
tulangan D36 tidak dapat digunakan
sebagai bundel dalam elemen balok adalah
batasan pelaksanaan dalam pembuatan
ukuran batang. (AASHTO LRFDUS
membatasi bundel dua tulangan untuk
tulangan D43 dan D57 pada gelagar
jembatan). Kesesuaian dengan persyaratan
untuk mengontrol retak sesuai dengan 24.3
akan secara efektif mampu menghalangi
dibuatnya bundel tulangan untuk tulangan
tarik yang lebih besar dari tulangan D36.
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 593 dari 695


==== 25.6.1.4 Batang individual dalam bundel
tulangan yang harus diputus pada bentang
komponen lentur harus dihentikan pada
lokasi yang berbeda paling sedikit dengan
sela sejarak 40db.

==== R25.6.1.4 Penelitian mengenai lekatan
(ACI Committee 408 1966) menunjukkan
bahwa setiap pemutusan tulangan di dalam
bundel dipasang selang-seling.

==== 25.6.1.5 Panjang penyaluran untuk
batang individual di dalam bundel
tulangan, dalam kondisi tekan atau kondisi
tarik, harus diambil sama dengan panjang
penyaluran untuk masing – masing batang
tersebut, ditambah dengan 20 persen
untuk bundel tiga tulangan, dan sebesar 33
persen untuk bundel empat tulangan.

==== R25.6.1.5 Penambahan panjang
penyaluran untuk tiap batang individual
dibutuhkan ketika tiga atau empat tulangan
dibundel bersamaan. Penambahan ini
dibutuhkan karena adanya sistem grup
seperti ini menyulitkan untuk memobilisasi
tahanan lekatan dari pusat antar batang.
Pengembangan dari batang bundel
tulangan dengan diberikan kait standar
pada bundel tidak diatur dalam ketentuan

==== 25.4.3.

==== 25.6.1.6 Satu bundel tulangan harus
diperlakukan sebagai satu buah tulangan
dengan luasan yang setara dengan luas
total ekuivalen dari batang-batang yang
dibundel tersebut dan titik pusatnya
berhimpit dengan titik pusat batang
tulangan bundel. Diameter batang
ekuivalen digunakan untuk db dalam a)
hingga e):
a) Batasan spasi berdasarkan db
b) Persyaratan tebal selimut beton
berdasarkan db
c) Spasi dan tebal selimut beton sesuai

==== 25.4.2.2
d) Pengekangan sesuai 25.4.2.3
e) Faktor Ψe sesuai 25.4.2.4

==== R25.6.1.6 Meskipun sambungan dan
panjang penyaluran dari bundel tulangan
merupakan kelipatan dari diameter tiap
batang penyusunnya yang ditambahkan
sebesar 20 atau 33 persen, sehingga sudah
sewajarnya, apabila digunakan diameter
yang setara pada seluruh bundel tulangan
yang diturunkan dari persamaan total
luasan tulangan untuk menentukan spasi
dan tebal selimut sesuai 25.4.2.2, faktor
kekangan [(cb + Ktr)/db] sesuai 25.4.2.3, dan
faktor Ψe sesuai 25.4.2.4. Untuk bundel
tulangan, diameter batang db yang berada di
luar tanda kurung besar pada persamaan di

==== 25.4.2.2. dan Pers. (25.4.2.3a) adalah untuk
satu batang tulangan.

==== 25.6.1.7 Sambungan lewatan pada
bundel tulangan harus didasarkan pada
panjang sambungan lewatan yang
dibutuhkan batang individual di dalam
bundel, yang diperpanjang sesuai

==== 25.6.1.5. Setiap batang tulangan yang
disambung didalam bundel tidak boleh
saling tumpang tindih. Keseluruhan bundel
tulangan tidak boleh menggunakan
sambungan lewatan.

==== R25.6.1.7 Penambahan panjang lewatan
yang dibutuhkan batang pada bundel
tulangan didasarkan pada pengurangan
keliling terekspos dari batang. Hanya
batang individual yang disambung-lewatkan
sepanjang bundel tulangan.

==== 25.6.2 Selongsong (ducting) pascatarik

==== 25.6.2.1 Bundel dari ducting pascatarik
diizinkan digunakan bila dapat ditunjukkan
bahwa beton dapat dicor dengan baik,
serta telah disediakan kemanan untuk

==== R25.6.2 Selongsong (ducting) pascatarik

==== R25.6.2.1 Apabila selongsong (duct) atau
kabel untuk baja prategang atau baja
pratarik dalam balok ditempatkan saling
berdekatan dalam arah vertikal, ketentuan
harus digunakan untuk mencegah baja
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 594 dari 695

mencegah baja prategang merusak
ducting bila baja prategang ditarik.
pratarik mengalami pecah keluar melalui
selongsong ketika diberikan tegangan.
Penempatan selongsong arah horizontal
harus memudahkan penempatan atau
pengecoran beton. Spasi bersih sebesar 1⅓
kali dari ukuran nominal maksimum dari
agregat kasar, tetapi tidak kurang dari 25
mm, harus dapat dibuktikan mencukupi.
Apabila konsentrasi dari tendon atau
selongsong dianggap akan menciptakan
bidang yang lebih lemah pada selimut
beton, maka tulangan harus disediakan
mengontrol retak.

==== 25.7 - Tulangan transversal

==== 25.7.1 Sengkang

==== 25.7.1.1 Sengkang harus ditempatkan
sedekat mungkin dengan permukaan
tekan dan tarik komponen struktur sejauh
masih diperkenankan oleh batasan selimut
beton dan jarak dengan tulangan lain dan
harus diangkur ke dalam beton di kedua
ujungnya. Jika digunakan sebagai
tulangan geser, sengkang harus
diteruskan sejarak d dari serat tekan
terjauh.

==== R25.7 - Tulangan transversal

==== R25.7.1 Sengkang

==== R25.7.1.1 Kaki (leg) sengkang harus
diperpanjang sedekat mungkin ke muka
daerah tekan komponen karena retak tarik
lentur di dekat beban ultimate akan
mempenetrasi ke daerah tekan.
Tulangan geser dan torsi harus dipasang
dengan kekuatan yang cukup pada kedua
ujungnya untuk mencegah potensi
terjadinya retak miring. Oleh karena itu
dibutuhkan kait atau bengkokkan pada
ujung tulangan.

==== 25.7.1.2 Di antara ujung-ujung angkur,
setiap bengkokan sengkang U-tunggal
atau U-majemuk dan setiap bengkokan
pada sengkang tertutup, harus melingkupi
tulangan longitudinal atau strand.

==== 25.7.1.3 Angkur tulangan ulir dan kawat
harus memenuhi persyaratan a), b), atau
c):
a) Untuk batang D16 dan kawat D13 dan
yang lebih kecil, dan untk batang D19
hingga D25 dengan fyt ≤ 280 MPa,
digunakan kait standar mengitari
tulangan longitudinal.
b) Untuk batang D19 hingga D25 dengan
fyt > 280 MPa, digunakan kait standar
mengitari tulangan longitudinal
ditambah penanaman antara tengah
tinggi komponen strktur dan ujung sisi
terluar dengan kait sama dengan atau
lebih dari 0,17 db fyt / (λ√f
c
'), nilai λ
diberikan pada Tabel 25.4.3.2.

==== R25.7.1.3 Sengkang yang terbuat dari
batang ulir lurus dan kawat angkur tidak
boleh digunakan, karena sengkang dengan
material tersebut cukup sulit untuk ditahan
posisinya saat proses pengecoran. Selain
itu, tidak adanya kait standar sengkang
dapat membuat sengkang tidak efektif
karena letaknya melintasi retak geser di
dekat ujung sengkang.
Untuk tulangan D16 atau kawat D13 atau
kawat lain yang lebih kecil, kait standar
digunakan sebagai angkur, seperti yang
tercantum pada 25.3.2, yang dipasang di
sekitar tulangan longitudinal.
Untuk tulangan sengkang D19, D22, atau
D25 dengan fyt sebesar 280 MPa, cukup
menggunakan kait standar yang dipasang di
sekitar tulangan longitudinal. Untuk
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 595 dari 695

c) Pada konstruksi pelat berusuk (joist),
untuk batang D13 dan kawat D10 dan
yang lebih kecil, gunakan kait standar.
tulangan sengkang D19, D22, atau D25
yang berkekuatan lebih tinggi, panjang
penanaman harus dicek terlebih dahulu.
Kait dengan sudut 135 atau 180 derajat
dapat dipakai, tetapi kait dengan sudut 90
derajat dapat digunakan yang memeberikan
ujung bebas kait dengan sudut 90 derajat
diteruskan untuk batang diameter 12 sesuai
dengan 25.3.2. Karena tulangan D19, D22,
atau D25 tidak bisa ditekuk rapat di sekitar
tulangan longitudinal, serta gaya di tulangan
dengan tegangan desain lebih besar dari
280 MPa, angkur sengkang dipilih
berdasarkan jenis kait dan panjang
penyaluran. Tulangan longitudinal dengan
kait sengkang membatasi lebar retak lentur,
bahkan di daerah tarik. Karena kait
sengkang tidak dapat gagal oleh belah
beton paralel terhadap bidang batang kait,
kekuatan kait seperti yang dijelaskan pada

==== 25.4.3.1(a) disesuaikan dengan selimut dan
kekangan (confinement) di sekitar kait
sengkang.
Pada pelat berusuk, tulangan atau kawat
yang kecil dapat di angkur menggunakan
kait standar yang tidak berinteraksi dengan
tulangan longitundal, sehingga rangkaian
sengkang dengan kaki tunggal akan
terbentuk di sepanjang balok pelat berusuk.

==== 25.7.1.4 Pengangkuran pada setiap kaki
jaring kawat polos las membentuk
sengkang–U tunggal harus memenuhi
persyaratan a) atau b):
a) Dua kawat longitudinal yang dipasang
dengan spasi 50 mm sepanjang
komponen struktur yang diletakan di
bagian atas sengkang U.
b) Satu kawat longitudinal yang dipasang
tidak lebih dari d/4 dari permukaan tekan
dan kawat kedua yang dipasang lebih
dekat pada permukaan tekan dengan
spasi tidak kurang dari 50 mm dari
kawat pertama. Kawat kedua boleh
diletakkan pada kaki sengkang diluar
lengkungan, atau didalam lengkungan
dengan diameter dalam lengkungan
tidak kurang dari 8db.

==== R25.7.1.4 Persyaratan angkur untuk
tulangan kawat polos las diilustrasikan pada
Gambar R25.7.1.4.
Gambar R25.7.1.4 – Angkur pada daerah
serat tekan dengan jaring kawat polos
las pada sengkang-U
Lihat

==== 25.7.1.1
maksimum
d / 4
Minimum
50 mm
maksimum
d / 4
bengkokan minimum
8 diameter kawat
Maksimum
d / 4
50 mm
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 596 dari 695


==== 25.7.1.5 Pengangkuran untuk setiap
ujung sengkang kaki tunggal dari jaring
kawat las harus dipasang dua kawat
longitudinal dengan spasi minimum 50 mm
sesuai persyaratan a) dan b):
a) Bagian dalam kawat longitudinal
setidaknya lebih besar dari d/4 atau 50
mm dari d/2.
b) Bagian luar kawat longitudinal pada
permukaan tarik tidak boleh
ditempatkan pada posisi yang lebih jauh
dari muka tarik tersebut bila
dibandingkan dengan posisi tulangan
lentur utama yang terdekat dengan
muka tersebut.

==== R25.7.1.5 Kawat las untuk tulangan geser
umumnya dipakai dalam beton pracetak dan
prategang. Penjelasan mengenai
penggunaan jaring kawat las untuk tulangan
geser tercantum pada laporan Joint
PCI/WRI Ad Hoc Committee on Welded
Wire Fabric for Shear Reinforcement
(1980).
Ketentuan untuk angkur pada kawat las
dengan kaki tunggal pada muka tarik
menekankan penempatan kawat
longitudinal dengan ketinggian yang sama
dengan tulangan lentur utama, untuk
mencegah terjadinya potensi belah
(splitting) pada tulangan tarik. Gambar

==== R25.7.1.5 mengilustrasikan persyaratan
angkur untuk kawat yang di las dengan kaki
tunggal. Untuk kawat yang di las dengan
kaki tunggal, diperbolehkan kait dan
panjang penanaman pada muka tekan dan
tarik batang (mengacu pada 25.7.1.3(a) dan

==== 25.7.1.4), dan penanaman yang dilakukan
hanya pada muka tekan (mengacu pada

==== 25.7.1.3(b)). Subpasal ini menjelaskan
angkur untuk untuk kawat lurus yang di las
dengan kaki tunggal menggunakan angkur
kawat longitudinal dengan panjang
penanaman yang cukup pada muka tekan
dan tarik komponen struktur.
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 597 dari 695

Gambar R25.7.1.5 – Angkur pada kawat
yang di las dengan kaki tunggal untuk
geser

==== 25.7.1.6 Sengkang yang digunakan untuk
penulangan torsi atau integritas harus
berupa sengkang tertutup yang tegak lurus
terhadap sumbu komponen struktur. Bila
jaring kawat las digunakan, kawat
transversal harus tegak lurus dengan
sumbu komponen struktur. Sengkang
tersebut harus di angkur dengan syarat a)
atau b):
a) Ujungnya diakhiri dengan kait standar
bersudut 135 derajat melingkari
tulangan longitudinal
b) Sesuai dengan 25.7.1.3(a) atau (b) atau

==== 25.7.1.4, dimana beton di sekeliling
angkur dicegah terhadap
pengelupasan beton (spalling) oleh
sayap, pelat atau komponen struktur
yang sama

==== R25.7.1.6. Tulangan longitudinal dan
tulangan transversal tertutup diperlukan
mampu menahan tegangan tarik diagonal
yang diakibatkan oleh torsi. Penggunaan
sengkang tertutup dianjurkan karena
adanya potensi terjadinya retak miring yang
disebabkan oleh torsi dapat terjadi pada
semua bagian di muka komponen struktur.
Untuk penampang yang menerima torsi,
selimut beton yang melindungi sengkang
dapat berpotensi pecah karena momen torsi
yang tinggi (Mitchell and Collins 1976). Hal
ini menyebabkan sengkang dengan
sambungan lewatan menjadi tidak efektif,
sehingga akan terjadi runtuh torsi prematur
(Behera and Rajagopalan 1969). Sehingga
dalam kasus ini, sengkang tertutup tidak
dapat dibuat dengan sengkang-U.
Jika balok persegi mengalami runtuh torsi,
sudut penampang balok cenderung pecah
karena tegangan tekan miring yang
disebabkan oleh perubahan arah rangka
batang ruang (space truss) di sudut balok
seperti yang ditunjukkan pada Gambar

==== 25.7.1.6(a). Pada uji (Mitchell and Collins
1976), sengkang tertutup yang di angkur
dengan kait bersudut 90 derajat runtuh
ketika hal ini terjadi. Oleh karena itu, kait
Lihat 25.7.1.1
Min. 50 mm
Kawat terluar
ditempatkan di
bawah tulangan
utama terbawah
kawat vertikal
polos atau
ulir sesuai
persyaratan
Tulangan
utama
Paling sedikit
yang terbesar
dari d/4 atau
50 mm
Lihat 25.7.1.1 Min. 50 mm
Dua kawat horizontal
atas dan bawah
d/2
d
Paling sedikit
yang terbesar
dari d/4 atau
50 mm
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 598 dari 695

standar bersudut 135 derajat atau kait
seismik lebih cocok digunakan untuk
sengkang torsi. Untuk daerah dimana
potensi pecah telah dicegah dengan adanya
pelat atau sayap balok, 25.7.1.6(b)
mengurangi persyaratan ini dan
memperbolehkan penggunaan kait
bersudut 90 derajat karena adanya
tambahan kekuatan kekangan dari pelat
(mengacu pada Gambar R25.7.1.6(b)).
Gambar R25.7.1.6 – Spalling pada sudut
balok akibat torsi

==== 25.7.1.7 Kecuali bila digunakan untuk
tulangan torsi dan integritas, Sengkang
tertutup boleh dibuat menggunakan
sepasang sengkang-U yang disambung
dimana panjang sambungan setidaknya
1,3𝓵d. Untuk komponen dengan tinggi total
setidaknya 450 mm, sambungan dengan
nilai Abfyt ≤ 40 kN per kaki dianggap cukup
jika panjang kaki sengkang mencapai
tinggi maksimum komponen.

==== R25.7.1.7 Persyaratan pemasangan
sengkang-U ganda untuk membentuk
sengkang tertutup di atas sambungan
lewatan sesuai 25.5.2. Gambar R25.7.1.7
mengilustrasikan konfigurasi sengkang
tertutup yang dibuat dengan sambungan
lewatan.
(b) Detail pada sudut
Kemungkinan
spalling
Tegangan
tekan
diagonal
(tipikal)
Spalling
dapat terjadi
Spalling dicegah
oleh pelat
0 mm
(tipikal)
(a) Potongan melintang
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 599 dari 695

Gambar R25.7.1.7 – Konfigurasi
sengkang tertutup

==== 25.7.2 Sengkang ikat

==== 25.7.2.1 Sengkang ikat harus terdiri dari
tulangan ulir berbentuk sengkang tertutup
dengan spasi sesuai ketentuan a) dan b):
a) Spasi bersih minimum (4/3)dagg
b) Spasi pusat ke pusat sengkang tidak
melebihi nilai terkecil dari 16db tulangan
longitudinal, 48db sengkang ikat, dan
dimensi terkecil komponen struktur

==== 25.7.2 Sengkang ikat

==== 25.7.2.2 Diameter tulangan sengkang
ikat harus memenuhi a) atau b):
a) D10 yang melingkari tulangan
longitudinal D32 atau yang lebih kecil
b) D13 yang melingkari tulangan
longitudinal D36 atau yang lebih besar
atau bundel tulangan longitudinal

==== 25.7.2.2.1 Sebagai alternatif batang ulir,
kawat ulir atau jaring kawat dengan luas
tulangan yang ekuivalen yang disyaratkan
dalam 25.7.2.1 boleh digunakan selama
memenuhi persyaratan Tabel 20.2.2.4a.

==== R25.7.2.2 Ketentuan ini berlaku untuk
tulangan ikat silang dan sengkang ikat.

==== 25.7.2.3 Sengkang ikat persegi harus
memenuhi a) dan b):
a) Setiap sudut dan tulangan longitudinal
bersebelahan harus mempunyai
tumpuan lateral oleh sudut sengkang
dengan sudut ujung sengkang ikat tidak
lebih dari 135 derajat

==== R25.7.2.3 Ilustrasi mengenai sudut 135
derajat dan spasi bersih tulangan 150 mm
pada tiap sisi dijelaskan pada Gambar.

==== R25.7.2.3a. Pengujian terbatas (Pfister
1964) pada kolom dengan ukuran penuh,
dibebani aksial, tulangan dipasang panjang
penuh tanpa sambungan lewatan
menunjukkan bahwa pengikat pada
Tulangan
sengkang
Tulangan
sengkang
1,3 d
0 mm
(tipikal)
1,3 d
0 mm
(tipikal)
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 600 dari 695

b) Tulangan yang tidak ditumpu harus
berjarak lebih kecil dari 150 mm
sepanjang sengkang dari tumpuan
lateralnya
tulangan longitudinal yang berselang-seling
dengan jarak bersih 150 mm tulangan
longitudinal didukung secara lateral cukup
memadai untuk kolom menerima beban
aksial.
Kawat menerus dapat dianggap sebagai
sengkang ikat, jika luasnya ekuivalen
dengan luas dan jarak pemisah sengkang
ikat. Angkur pada ujung kawat berupa kait
standar (mengacu pada Gambar

==== R25.7.2.3b). Kawat menerus berbentuk
lingkaran dianggap tulangan spiral jika
sesuai dengan 25.7.3; jika tidak sesuai,
maka kawat dianggap sebagai tulangan
sengkang ikat.
Gambar R25.7.2.3a – Ilustrasi untuk
menggambarkan perbandingan antara
tulangan kolom yang ditumpu lateral
dan pengakuran sengkag ikat persegi
Sengkang ikat
tunggal mengikat
semua tulangan
spasi bersih tidak
lebih dari150 mm
tanpa pengikat
Diijinkan melebihi
150 mm tanpa
sengkang ikat
Sudut pengikat tidak
lebih dari 135o
spasi bersih lebih
dari 150 mm,
harus dengan
sengkang ikat
tertutup
Kait
standar135o
overlap
Jarak tulangan tidak
melebihi 150 mm
Ikat tunggal
mengikat semua
tulangan
Ikat
silang
Spasi bersih
lebih dari 150
mm, didukung
ikat silang
Overlap sengkang tertutup
mengikat semua tulangan
Ikat
silang
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 601 dari 695

Gambar R25.7.2.3b – Pengangkuran
sengkang lingkaran menerus

==== 25.7.2.3.1 Pengangkuran sengkang
persegi harus berupa kait standar yang
memenuhi 25.3.2 dan melingkari tulangan
longitudinal. Tulangan sengkang ikat tidak
boleh terbuat dari tulangan ulir berkepala
yang saling mengikat.

==== R25.7.2.3.1 Sengkang ikat kait standar
ditujukan untuk penggunaan dengan
tulangan ulir dan jika memungkinkan
disambung secara selang seling
(staggered).

==== 25.7.2.4 Tulangan sengkang ikat
lingkaran boleh digunakan apabila
tulangan longitudinal dipasang melingkar
di sekeliling sebuah lingkaran.

==== R25.7.2.4 Tulangan transversal pada
batang dengan tulangan longitudinal yang
ditempatkan di sekitar keliling lingkaran
dapat berbentuk spiral maupun lingkaran,
umumnya bentuk spiral lebih efektif.

==== 25.7.2.4.1 Pengangkuran sengkang ikat
lingkaran individual harus sesuai dengan
a) hingga c)
a) Bagian ujung harus disambunglewatkan
sedikitnya 150 mm
b) Bagian akhir harus diputus dengan kait
standard sesuai dengan 25.3.2 yang
mengikat sebuah batang longitudinal
c) Lewatan pada bagian ujung sengkang
lingkaran yang bersebelahan harus
dipasang selang-seling di sekitar
perimeter melingkupi tulangan
longitudinal.

==== R25.7.2.4.1 Pembelahan (splitting) vertikal
dan kehilangan tahanan kekangan oleh
tulangan sengkang ikat dapat terjadi apabila
ujung tulangan sengkang ikat yang saling
tumpeng tindih di angkur menggunakan
tulangan longitudinal tunggal. Tulangan
sengkang ikat yang berdekatan tidak boleh
mengikat tulangan longitudinal yang sama
pada ujung kait angkur (mengacu pada
Gambar. R25.7.2.4).
Penambahan
satu putaran
lingkaran
Ikatan sengkang
melingkar menerus
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 602 dari 695

Gambar R25.7.2.4 – Pengangkuran
sengkang ikat lingkaran

==== 25.7.2.5 Sengkang ikat untuk menahan
torsi harus tegak lurus dengan sumbu
komponen struktur yang diangkur oleh a)
atau b):
a) Ujungnya berakhir dengan kait standar
bersudut 135 derajat atau kait seismik
memutari tulangan longitudinal
b) Sesuai dengan 25.7.1.3 (a) atau (b)
atau 25.7.1.4, dimana beton yang
mengelilingi angkur dikekang untuk
mencegah pengelupasan beton

==== R25.7.2.5 Mengacu pada R25.7.1.6

==== 25.7.3 Tulangan spiral

==== 25.7.3.1 Tulangan spiral terdiri dari
tulangan atau kawat menerus dengan
spasi sama dengan spasi bersih sesuai
dengan a) dan b):
a) Setidaknya lebih besar dari 25 mm dan
(4/3)dagg
b) Tidak lebih dari 75 mm

==== R25.7.3 Tulangan spiral

==== R25.7.3.1 Tulangan spiral harus ditahan
pada tempatnya, dengan jarak antar
tulangan dan susunan yang benar untuk
mencegah terjadinya perpindahan
(displacement) ketika proses pengecoran.

==== 25.7.3.2 Untuk konstruksi cor di tempat,
nilai diameter batang atau kawat spiral
minimal 9,5 mm.

==== R25.7.3.2 Dengan pertimbangan aspek
penerapan pada konstruksi dengan metode
cor di tempat, diameter minimal untuk
tulangan spiral adalah 9,5 mm (tulangan ulir
Lewatan mm
Sengkang
lingkaran
Lokasi kait
dipasang selangseling
pada
sengkang
lingkaran
berurutan
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 603 dari 695

atau polos D10, atau kawat ulir D8, atau
kawat polos 8). Ukuran standar diameter
tulangan spiral adalah 9,5, 12,7, dan 15,9
mm untuk material canai panas maupun
dingin, tulangan polos atau ulir.

==== 25.7.3.3 Rasio volumetrik tulangan spiral
ρs, harus memenuhi Pers. (25.7.3.3).
'
0,45 1 g c
s
ch yt
A f
A f
 
   
 
(25.7.3.3)
dimana nilai fyt tidak boleh lebih besar dari
700 MPa.

==== R25.7.3.3 Pengaruh tulangan spiral dalam
meningkatkan kekuatan inti beton tidak
terlihat sampai kolom menerima beban dan
deformasi yang cukup untuk membuat kulit
beton pecah. Jumlah tulangan spiral yang
dibutuhkan oleh Pers. (25.7.3.3) ditujukan
untuk memberikan kekuatan tambahan
untuk kolom yang menerima beban
konsentris yang sama dengan atau sedikit
lebih besar dari kekuatan yang hilang ketika
kulit beton pecah. Penurunan Pers.
(25.7.3.3) diberikan oleh Richart (1933).
Hasil uji menunjukkan bahwa kolom yang
dipasang tulangan spiral mempunyai
daktilitas dan ketegaran yang cukup baik.
Riset (Richard et al. 1929; Richart 1933;
Pessiki et al 2001; Saatcioglu and Razvi
2002) mengindikasikan bahwa kekuatan
leleh tulangan yang dapat digunakan
sebagai pengekang mencapai 700 MPa.

==== 25.7.3.4 Tulangan spiral harus diangkur
dengan 1-1/2 putaran tambahan batang
spiral atau kawat di setiap ujungnya.

==== R25.7.3.4 Angkur spiral diilustrasikan
pada Gambar R25.7.3.4.
Gambar R25.7.3.4 – Pengangkuran
spiral

==== 25.7.3.5 Tulangan spiral dapat
disambung dengan a) atau b):
1 - 1/2
Putaran
tambahan
Spiral
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 604 dari 695

a) Sambungan mekanis atau las yang
memenuhi 25.5.7
b) Sambungan lewatan yang sesuai
dengan 25.7.3.6 untuk fyt tidak melebihi
420 Mpa

==== 25.7.3.6 Sambungan lewatan spiral
harus lebih dari 300 mm dengan panjang
lewatan sesuai Tabel 25.7.3.6.
Tabel 25.7.3.6 – Panjang lewatan untuk
tulangan spiral
Tulangan Lapisan
Ujung
batang
atau kawat
spiral yang
dilewatkan
Panjang
lewatan
mm
Batang
ulir
Tidak
dilapisi
atau lapis
seng
(galvanis
)
Tidak perlu
kait
48db
Lapis
epoksi
atau
seng dan
lapis
ganda
epoksi
Tidak perlu
kait
72db
Kait standar

==== 25.3.2[1] 48db
Kawat ulir
Tidak
dilapisi
Tidak perlu
kait
48db
Lapis
epoksi
Tidak perlu
kait
72db
Kait standar

==== 25.3.2[1] 48db
Batang
polos
Tidak
dilapisi
atau lapis
seng
(galvanis
)
Tidak perlu
kait
72db
Kait standar

==== 25.3.2[1] 48db
Kawat
polos
Tidak
dilapisi
Tidak perlu
kait
72db
Kait standar

==== 25.3.2[1] 48db
[1]Kait ditanam di dalam inti beton yang dikekang oleh spiral

==== 25.7.4 Sengkang pengekang

==== 25.7.4.1 Sengkang pengekang (hoops)
terdiri dari tulangan sengkang tertutup atau
tulangan sengkang lingakaran menerus,
yang terdiri dari beberapa elemen tulangan
yang masing–masing memiliki kait seismik
di kedua ujungnya.

==== R25.7.4 Sengkang pengekang

==== R25.7.4.1 Mengacu pada R25.7.2.4.
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 605 dari 695


==== 25.7.4.2 Di ujung elemen tulangan pada
sengkang pengekang harus di angkur
menggunakan kait seismik yang
memenuhi 25.3.4 dan dikaitkan dengan
tulangan longitudinal. Sengkang
pengekang tidak boleh terbuat dari batang
ulir berkepala yang saling mengikat.

==== 25.8 - Angkur pascatarik dan kopler

==== 25.8.1 Angkur dan kopler untuk tendon
harus menyalurkan kekuatan setidaknya
95 persen dari nilai fpu jika diuji dalam
kondisi tanpa lekatan (unbonded), tanpa
melebihi nilai set yang diantisipasi.

==== R25.8 - Angkur pascatarik dan kopler

==== R25.8.1 Kekuatan yang dibutuhkan untuk
angkur-tendon atau tendon-sambungan
berlaku juga untuk tendon dengan atau
tanpa lekatan, jika diuji dalam kondisi tanpa
lekatan, berdasarkan 95 persen kekuatan
tarik spesifik dari baja prategang dalam
pengujian. Pengujian baja dibutuhkan untuk
memenuhi ketentuan minimum dari standar
ASTM yang disebutkan pada 20.3.1.
Kekuatan angkur dan penyambung melebihi
kekuatan desain maksimum dari baja
prategang dalam jumlah yang cukup besar,
di sisi lain, terjadi efek peningkatan
tegangan (stress-raiser) yang berhubungan
dengan angkur dan sambungan pascatarik.
Kekuatan angkur dan penyambung harus
diperoleh dengan besar deformasi
permanen, dan set yang minimum, dengan
pengertian bahwa deformasi dan set akan
terjadi ketika pengujian. Susunan tendon
harus memenuhi syarat 2 persen
perpanjangan yang tertera pada ACI 423.7.
Metode uji statis dan fatik untuk angkur
dan penyambung tertera dalam ICC-ES
Acceptance Criteria AC303 (2011).

==== 25.8.2 Angkur dan kopler untuk tendon
dengan lekatan harus ditempatkan
sehingga 100 persen dari nilai fpu dapat
disalurkan pada penampang kritis setelah
tulangan pascatarik terekat pada
komponen struktur.

==== R25.8.2 Angkur dan penyambung untuk
tendon dengan lekatan yang
mengembangkan kurang dari 100 persen
kekuatan tarik yang dispesifikasikan dari
baja prategang hanya boleh digunakan jika
panjang transfer lekatan antara angkur atau
penyambung dan penampang kritis sama
dengan atau melebihi nilai yang disyaratkan
untuk mengembangkan kekuatan baja
prategang. Panjang lekatan ini dapat
dihitung berdasarkan hasil pengujian
karakteristik lekat dari strand prategang
yang tidak ditarik (Salmons and McCrate
1977), atau uji lekat pada material baja
prategang lainnya.

==== 25.8.3 Dalam konstruksi tanpa lekatan
yang menerima beban berulang,
kemungkinan terjadinya fatik (fatigue)

==== R25.8.3 Hasil diskusi mengenai beban
fatik dijelaskan dalam ACI 215R.
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 606 dari 695

pada tulangan prategang di angkur dan
kopler harus dipertimbangkan.
Penjelasan mendetail mengenai pengujian
dengan beban statis dan siklik untuk tendon
dan angkur dari tendon tanpa lekatan
terdapat dalam ACI 423.3R (pasal 4.1.3)
dan ACI 301 (pasal 15.2.2).

==== 25.8.4 Kopler harus ditempatkan di lokasi
yang disetujui oleh perencana ahli
bersertifikat dan ditutup cukup lama untuk
memberikan ruang terhadap pergerakan
tertentu.

==== 25.9 - Daerah angkur untuk tendon
pascatarik

==== 25.9.1 Umum

==== 25.9 - Daerah angkur untuk tendon
pascatarik

==== R25.9.1 Umum – Ketentuan pendetailan
dalam AASHTO LRFD Bridge Design
Specifications (AASHTO LRFDUS) untuk
analisis dan penulangan daerah angkur
pascatarik adalah memadai untuk standar
ini. Standar ini juga merujuk pada pedoman
AASTHO untuk daerah khusus di sekitar
angkur, serta peralatan dan pengujian
kelayakannya.

==== 25.9.1.1 Daerah angkur tendon
pascatarik terdiri dari dua daerah a) dan b):
a) Daerah lokal harus dianggap sebagai
prisma empat persegi panjang beton
(atau ekuivalen prisma persegi untuk
angkur lingkanran atau oval) yang
secara langsung mengelilingi perangkat
angkur serta tulangan kekangan.
b) Daerah umum termasuk daerah lokal
dan daerah yang dianggap sebagai
bagian komponen struktur dimana gaya
prategang terpusat disalurkan ke beton
dan disebarkan secara lebih merata ke
seluruh bagian penampang.

==== R25.9.1.1. Berdasarkan atas prinsip St.
Venant, lingkup daerah angkur diestimasi
kira-kira sama dengan dimensi penampang
yang terbesar. Daerah lokal dan umum
ditunjukkan dalam Gambar R25.9.1.1a
Gambar R25.9.1.1a – Daerah lokal dan
daerah umum
h
h
Daerah
umum
Denah
Daerah
lokal
Potongan elevasi penampang
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 607 dari 695

Gambar R25.9.1.1b – Daerah umum
untuk angkur yang ditempatkan jauh
dari ujung komponen struktur

==== 25.9.1.2 Daerah lokal harus
direncanakan mengikuti 25.9.3

==== 25.9.1.3 Daerah umum harus
direncanakan mengukuti 25.9.4

==== 25.9.1.4 Kekuatan tekan beton yang
diperlukan pada saat penarikan tendon
ditentukan berdasarkan 26.10.

==== 25.9.1.5 Tahapan proses penarikan
tendon harus diperhitungkan dalam
desain, dan dispesifikasikan seperti yang
disyaratkan oleh 26.10.

==== R25.9.1.5 Tahapan penegangan oleh
peralatan angkur sangat mempengaruhi
tegangan daerah umum. Dengan demikian,
sangat penting untuk memperhatikan tidak
hanya tahapan akhir pada tahapan
penegangan setelah semua tendon ditarik,
tetapi pada tahapan menengah saat
konstruksi. Gaya pencar (bursting) yang
paling kritis akibat masing-masing
kombinasi penarikan tendon maupun
seluruh kelompok tendon harus
diperhitungkan.

==== 25.9.2 Kekuatan perlu

==== 25.9.2.1 Gaya prategang terfaktor pada
perangkat angkur Ppu harus mencapai nilai
terkecil dari a) hingga c), dimana 1,2
adalah faktor beban dari 5.3.12:
a) 𝟏, 𝟐(𝟎, 𝟗𝟒𝒇𝒑𝒚)𝑨𝒑𝒔
b) 𝟏, 𝟐(𝟎, 𝟖𝟎𝒇𝒑𝒖)𝑨𝒑𝒔
c) Beban jacking maksimum dari
spesifikasi pabrik perangkat angkur
dikalikan 1,2

==== R25.9.2 Kekuatan perlu

==== R25.9.2.1 Gaya prategang terfaktor
adalah hasil kali faktor beban dan gaya
prategang maksimum yang diizinkan.
Tegangan izin tarik maksimum pada saat
jacking tertuang dalam 20.3.2.5.1.
Tendon
h
Di depan angkur
1,0 h 1,0 h – 1,5 h
Potongan melalui pelat pada
lokasi angkur
Daerah
umum
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 608 dari 695


==== 25.9.3 Daerah local

==== 25.9.3.1 Desain daerah lokal untuk
angkur pascatarik harus memenuhi a), b)
atau c):
a) Perangkat angkur untuk monostrand
atau batang tunggal diameter 16 mm
atau yang lebih kecil harus memenuhi
kekuatan tumpu dan persyaratan
daerah lokal dari ACI 423.7
b) Perangkat angkur multistrand harus
memenuhi persyaratan kekuatan tumpu
sesuai AASTHO LRFD Bridge Design
Specification artikel 5.10.9.7.2, kecuali
faktor beban ditentukan berdasarkan
5.3.12 dan  ditentukan dari 21.2.1
c) Perangkat angkur khusus harus
memenuhi uji yang ditetapkan dalam
AASTHO LRFD Bridge Design
Specification artikel 5.10.9.7.3, dan
ditetapkan AASTHO LRFD Bridge
Construction Specification, artikel
10.3.2.3

==== R25.9.3 Daerah lokal – Daerah lokal
menahan tegangan tinggi lokal yang
diakibatkan perangkat angkur, dan
menyalurkannya ke bagian lain dari daerah
angkur. Perilaku daerah lokal sangat
tergantung sifat-sifat khusus perangkat
angkur dan penulangan kekangannya, dan
tidak terlalu dipengaruhi geometri
penampang dan pembebanan dari struktur
keseluruhan. Desain daerah lokal kadangkadang
tidak dapat diselesaikan sampai
penentuan angkur yang akan digunakan
telah ditetapkan. Bila digunakan angkur
khusus, produsen harus menyiapkan hasil
uji yang membuktikan bahwa perangkat
tersebut memenuhi standar AASTHO LRFD
Bridge Design Specification (LRFDCONS)
artikel 10.3.2.3. Pertimbangan utama dalam
desain daerah lokal adalah pengaruh
tegangan tumpu (bearing) yang tinggi dan
kecukupan tulangan pengekang yang ada
untuk meningkatkan kapasitas beton yang
menahan tegangan tumpu di daerah
tersebut.

==== 25.9.3.2. Bila digunakan angkur khusus,
tambahan tulangan samping harus
disediakan sebagai tambahan tulangan
pengekang yang disyaratkan untuk
perangkat angkur tersebut.

==== 25.9.3.2.1 Tulangan samping tambahan
harus sama konfigurasinya dan paling
sedikit rasio volumetriknya sebanding
dengan tulangan samping tambahan yang
digunakan ketika uji penerimaan kualitas
perangkat angkur.

==== R25.9.3.2.1 Tulangan samping dipasang
di daerah angkur, pada lapisan terluar
penampang untuk membatasi lebar retak
dan spasi retak. Penulangan di daerah
umumuntuk aksi lain (seperti susut dan
suhu) dapat digunakan sebagai tambahan
persyaratan penulangan samping.
Penentuan tambahan tulangan samping
tergantung pada perangkat angkur yang
digunakan dan umumnya belum dapat
ditentukan sampai perangkat angkur yang
spesifik dipilih.

==== 25.9.4 Daerah umum R25.9.4 Daerah umum – Dalam daerah
umum, asusmsi dasar teori bahwa
penampang adalah tetap datar tidak
berlaku. Tegangan tarik yang dapat
disebabkan perangkat angkur tendon,
termasuk pencaran (bursting),
pengelupasan (spalling), dan tegangan tarik
tepi seperti tampak dalam Gambar R25.9.4
harus diperhitungkan dalam desain.
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 609 dari 695

Tegangan tekan tepat di depan daerah lokal
harus diperiksa (Gambar R25.9.1.1b)
Gambar R25.9.4 – Daerah tegangan tarik
dalam daerah umum

==== 25.9.4.1 Ukuran daerah umum adalah
sama dengan dimensi terbesar
penampang. Untuk pelat dengan angkur
atau grup angkur yang terpasang
sepanjang tepi pelat, ketebalan daerah
umum harus diambil sebagai spasi tendon
tersebut.

==== R25.9.4.1 Kedalaman daerah umum pada
pelat ditentukan dalam AASTHO LRFD
Bridge Design Specification (LRFDUS)
artikel 5.10.9 sebagai spasi tendon (Gbr

==== R25.9.4.1). Mengacu 25.9.4.4.6 untuk
angkur monostrand.
Gambar R25.9.4.1 – Dimensi daerah
umum pada pelat pascatarik

==== 25.9.4.2 Untuk angkur yang terletak jauh
dari ujung komponen struktur, bagian
daerah umum harus termasuk daerah
terganggu (disturb region) di depan dan di
belakang angkur tersebut.

==== R25.9.4.2 Ukuran daerah umum untuk
angkur yang terletak jauh dari ujung
komponen struktur didefinisikan dalam
Gambar R25.9.1.1b.
Gaya tarik tepi
longitudinal
Gaya
spalling
Gaya
pencar
(burst)
T
Denah
Potongan
C
s = spasi tendon sepanjang
tepi pelat
Kedalaman daerah umum = s
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 610 dari 695


==== 25.9.4.3 Analisis daerah umum

==== 25.9.4.3.1 Metode a) hingga c) dapat
digunakan untuk desain daerah umum:
a) Model strut-and-tie berdasarkan pasal
23
b) Analisis tegangan linier termasuk
analisis elemen hingga atau metode
setara
c) Rumusan penyederhanaan menurut
AASTHO LRFD Bridge Design
Specification artikel 5.10.9.6, kecuali
bila dibatasi oleh 25.9.4.3.2
Desain daerah umum menggunakan
metode lain diizinkan dengan catatan
bahwa tahapan desain dalam penentuan
kekuatan sesuai dengan hasil uji yang
komprehensif.

==== R25.9.4.3 Analisis daerah umum

==== R25.9.4.3.1 Metode desain termasuk
prosedur-prosedur tersebut dengan
pedoman yang telah diberikan oleh
AASTHO LRFDUS dan Breen et al. (1994).
Prosedur-prosedur ini menunjukkan
prediksi kekuatan yang konservatif bila
dibandingkan dengan hasil percobaan
(Breen at al. 1994). Penggunaan model
strut-and-tie sangat bermanfaat untuk
desain daerah umum.
Dalam banyak aplikasi angkur dimana
terdapat banyak atau daerah beton yang
masif disekitar angkur, persamaan yang
disederhanakan menggunakan AASTHO
LRFDUS dan Breen et al. (1994) dapat
digunakan kecuali pada kasus 25.9.4.3.2.
Nilai besaran gaya bursting Tburst dan jarak
pusat ke permukaan tumpu angkur dburst
dapat dihitung dengan Pers. (R25.9.4.3.1a)
dan (R25.9.4.3.1b). Notasi yang digunakan
dalam persamaan ini ditunjukkan dalam
Gambar R 25.9.4.3.1 untuk gaya prategang
dengan eksentrisitas kecil. Aplikasi
persamaan-persamaan ini, urutan
penarikan tendon harus dipertimbangkan
bila terdapat lebih dari satu tendon.
0,25 1 anc
burst pu
h
T P
h
 
   
 
 (R25.9.4.3.1a)
0,5 2  burst anc d  h  e (R25.9.4.3.1b)
Dimana Σ Ppu adalah jumlah gaya tendon
terfaktor Ppu dari gaya tendon indiviual. hanc
adalah kedalaman perangkat angkur, atau
satu grup tendon yang berspasi rapat pada
arah yang ditinjau; eanc adalah eksentristas
(selalu bertanda positif) dari angkur atau
kelompok angkur terhadap titik berat
penampang (Gambar R25.9.4.3.1).
Perangkat-perangkat angkur sebaiknya
dianggap berspasi rapat apabila spasi
sumbu ke sumbunya antara angkur lebih
kecil dari 1,5 kali lebar perangkat angkur
dalam arah yang ditinjau.
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 611 dari 695

Gambar R25.9.4.3.1 – Notasi yang
digunakan dalam daerah umum

==== 25.9.4.3.2 Persamaan-persamaan yang
disederhanakan tercantum dalam

==== 25.9.3.1c) tidak boleh digunakan untuk
desain daerah umum bila terdapat
keadaan a) hingga g):
a) Penampang yang bukan persegi
b) Memiliki diskontinuitas pada atau di
dekat daerah umum yang dapat
mengganggu lintasan aliran gaya
c) Jarak ke tepi minimum yang lebih kecil
dari 1,5 kali dimensi lateral angkur di
arah tersebut.
d) Digunakan angkur lebih dari satu yang
tidak dirapatkan dalam satu grup
e) Pusat masa tendon terletak di luar
daerah kern
f) Sudut kemiringan angkur di daerah
umum lebih kecil dari -5 derajat dari
garis pusat melalui sumbu komponen
struktur. Sudut negatif berarti arah gaya
angkur menjauh dari pusat berat
penampang
g) Sudut kemiringan angkur di daerah
umum lebih besar dari +20 derajat dari
garis pusat sumbu komponen struktur.
Sudut positif berarti arah gaya angkur
menuju dari pusat berat penampang

==== R25.9.4.3.2 Persamaan sederhana dalam
AASTHO LRFDUS tak bisa digunakan
untuk kasus yang tercantum dalam daftar

==== 25.9.4.3.2. Bila ini yang terjadi, analisis yang
lebih rinci harus dilakukan. Sebagai
tambahan, prategang pascatarik pada
penampang tipis, penampang dengan
sayap, penampang tidak beraturan atau bila
tendon mengalami pelengkungan dalam
daerah umum desain di dasarkan pada
AASTHO LRFDUS artikel 5.10.9.4 dan
5.10.9.5. Rekomendasi detail untuk prinsipprinsip
desain yang berlaku untuk semua
jenis metode terdapat dalam artikel
5.10.9.3.2 AASTHO LRFDUS.
Perangkat angkur untuk kelompok tendon
monostrand dengan monostrand individual
sering dijumpai di balok. Bila balok memiliki
satu angkur atau sekelompok angkur yang
dipasang dengan spasi rapat, persamaan
sederhana yang diberikan dalam

==== R25.9.4.3.1 dapat digunakan, kecuali terjadi
kasus dalam 25.9.4.3.2. Untuk kasus yang
lebiih rumit dapat didesain menggunakan
metode strut-and-tie. Penjelasan rincinya
terdapat dalam AASTHO LRFDUS dan
Breen et al. (1994).

==== 25.9.4.3.3 Pengaruh tiga dimensi
diperhitungkan dalam desain dan analisis
dengan a) atau b):
a) Analisis tiga dimensi
b) Pendekatan dengan menjumlahkan
pengaruh dari dua bidang ortogonal

==== R25.9.4.3.3 Adanya ketentuan untuk
analisis tiga dimensi adalah untuk menjamin
pengaruh gaya tegak lurus ke bidang utama
komponen struktur seperti gaya pencar
(bursting) dalam penampang tipis, atau
pelat perlu diperhitungkan. Dalam
kebanyakan kasus, pengaruh ini dapat
dianalisis secara terpisah untuk setiap arah
beban, tapi kadangkala analisis 3D penuh
diperlukan (contoh, diafragma untuk angkur
tendon eksternal).
Tburst
c.g.c
Ppu
eanc
h/2
hanc
dburst
Ppu /2
Ppu /2
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 612 dari 695


==== 25.9.4.4 Batasan penulangan

==== 25.9.4.4.1 Kekuatan tarik beton diabaikan
dalam perhitungan kebutuhan tulangan.

==== R25.9.4.4 Batasan penulangan

==== 25.9.4.4.2. Penulangan harus disediakan
untuk menahan gaya pencar (bursting),
pengelupasan (spalling), dan gaya tarik
tepi longitudinal akibat perangkat angkur.
Pengaruh perubahan bentuk penampang
yang mendadak dan tahapan pelaksanaan
penarkan tendon harus diperhitungkan.

==== R25.9.4.4.2. Dalam beberapa kasus,
persyaratan penulangan tidak dapat
ditentukan sebelum detail layout tendon dan
angkur diketahui. Dengan demikian
tanggung jawab desain dan persetujuan
harus jelas dan tercatat dalam dokumen
konstruksi.
Adanya perubahan mendadak di
penampang dapat menyebabkan
penyimpangan yang cukup berarti pada
lintasan gaya. Penyimpangan ini dapat
meningkatkan gaya tarik yang besar seperti
ditunjukkan dalam Gambar R25.9.4.4.2.
Gambar R25.9.4.4.2 – Pengaruh
perubahan bentuk penampang balok

==== 25.9.4.4.3 Untuk angkur yang
ditempatkan jauh dari ujung komponen
struktur, Tulangan dengan lekatan harus
disediakan untuk mentransfer setidaknya
0,35Ppu ke dalam beton dibelakang

==== R25.9.4.4.3. Bila angkur tidak di
tempatkan di ujung komponen struktur,
tegangan tarik local terjadi di belakang
angkur (Gambar R25.9.1.1b) akibat
kompatibiltas deformasi antara bagian di
dburst
Ppu /2
Ppu /2
Tburst
Ppu
hanc
h
(a) Potongan Penampang Persegi Panjang
Tburst ,25 Ppu
dburst
hanc
Ppu
h
Ppu /2
Ppu /2
(b) Potongan bagian sayap dan diafragma ujung
Tburst ,50 Ppu
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 613 dari 695

angkur. Penulangan ini harus ditempatkan
secara simetris mengelilingi angkur, serta
dapat menyalurkan tegangan secara
penuh baik di depan maupun di belakang
angkur.
depan dan di belakang angkur. Tulangan
pengikat nonprategang sejajar tendon harus
dipasang di daerah angkur untuk
membatasi penyebaran retak di belakang
angkur. Persyaratan 0,35Ppu dikembangkan
dengan memakai 25% gaya prategang tidak
terfaktor yang harus dipikul oleh tulangan
pada tegangan 0,6f
y
menggunakan factor
beban sebesar 1,2. sehingga, kekeuatan
leleh penuh tulangan f
y
harus digunakan
dalam perhitungan kapastitas yang
diberikan.

==== 25.9.4.4.4 Bila tendon melengkung di
daerah umum, tulangan dengan lekatan
harus disediakan untuk mengantisipasi
gaya radial dan gaya belah, kecuali untuk
pelat tendon monostrand, atau bila analisis
menunjukkan penulangan tersebut tidak
diperlukan.

==== 25.9.4.4.5 Penulangan dengan kapasitas
tarik setidaknya 2% dari gaya prategang
terfaktor harus dipasang tegak lurus
terhadap arah sejajar bidang pembebanan
angkur untuk mencegah pengelupasan
beton. Kecuali untuk pelat tendon
monostrand, atau bila analisis
menunjukkan penulangan tersebut tidak
diperlukan.

==== R25.9.4.4.5. Gaya spalling untuk tendontendon
dengan titik berat berada dalam kern
penampang diperkirakan sebesar 2% dari
gaya prategang terfaktor. Asumsi ini tidak
berlaku untuk perangkat multi angkur
dengan spasi pusat ke pusat angkur lebih
besar dari 0,4 kali tinggi penampang.

==== 25.9.4.4.6 Pada angkur monostrand
dengan diameter strand 12.7 mm atau
yang lebih kecil dalam pelat beton normal,
penulangan yang memenuhi a) dan b)
harus disediakan di daerah umum kecuali
analisis yang lebih detail berdasarkan

==== 25.9.4.3 menunjukkan penulangan
tersebut ini tidak diperlukan:
a) Dua batang tulangan horizontal
sedikitnya berdiameter 13 mm (D13)
harus dipasang sejajar terhadap sisi
pelat. Tulangan ini diperkenankan
menempel pada sisi permukaan angkur
dan harus berada dalam jarak sejauh
h/2 di depan masing-masing perangkat
angkur. Penulangan ini harus
ditperpanjang sedikitnya 150 mm dari
masing-masing sisi dari setiap
perangkat angkur
b) Bila spasi sumbu ke sumbu perangkat
angkur berjarak 300 mm atau kurang,

==== R25.9.4.4.6 Untuk pelat dengan tendon
monostrand penentuan penulangan
minimum di daerah umum ditentukan
berdasarkan ACI 423.3R, yang diperoleh
dari Breen et al. (1994). Contoh detail
terlihat dalam gambar R25.9.4.4.6. Batangbatang
horizontal sejajar penampang tepi
seperti disyaratkan dalam 25.9.4.4.6(a)
harus menerus.
Uji-uji yang menjadi dasar rekomendasi
Breen et al. (1994) dibatasi dengan
perangkat angkur diameter 12,7 mm,
tendon tanpa lekatan, strand 1860 MPa dan
beton normal. Jadi untuk angkur berukuran
lebih besar, beton ringan, maka Komite ACI
423 menyarankan agar spasi dan jumlah
penulangan harus disesuaikan secara
konservatif agar diperoleh gaya angkur lebih
besar, dengan kekuatan tarik belah yang
lebih kecil pada beton ringan.
ACI 423.3R, dan Breen et al. (1994)
merekomendasikan penggunaan tulangan
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 614 dari 695

maka perangkat angkur tersebut harus
ditinjau sebagai sebuah kelompok.
Untuk setiap kelompok yang terdiri dari
6 atau lebih perangkat angkur,
sebanyak n + 1 tulangan hairpin atau
sengkang tertutup dengan tulangan
diameter minimal 10 mm (D10) harus
dipasang, dimana n adalah jumlah
angkur terpasang. Satu buah tulangan
hairpin atau sengkang harus dipasang
di antara masing-masing perangkat
ankur dan satu buah dipasang pada
masing-masing sisi kelompok angkur.
Tulangan hairpin atau sengkang harus
ditempatkan dengan kaki-kakinya
memanjang ke arah pelat dan tegak
lurus terhadap tepi pelat. Bagian tengah
tulangan hairpin dipasang tegak lurus
bidang pelat dari 3h/8 hingga h/2 di
depan perangkat angkur.
c)
hairpin untuk daerah pengangkuran yang
berada dalam rentang 300 mm dari sudutsudut
pelat untuk menahan gaya tarik tepi.
Kata “di depan” dalam 25.9.4.4.6
mempunyai makna seperti yang ditunjukkan
dalam Gambar R25.9.1.1b.
Untuk kasus-kasus dimana perangkat
angkur multistrand digunakan untuk tendontendon
pelat, maka semua ketentuan 25.9.4
harus terpenuhi.
Penulangan yang dipasang tegak lurus
bidang pelat yang disyaratkan dalam

==== 25.9.4.4.6(b) untuk tendon yang berspasi
rapat harus juga diberikan dalam kasus
tendon-tendo yang berspasi lebar.
Gambar R25.9.4.4.6 – Penulangan
daerah angkur untuk kelompok angkur
tendon diameter 12,7 mm atau lebih
kecil di pelat

==== 25.9.4.5 Batasan tegangan di daerah
umum

==== R25.9.4.5 Batasan tegangan di daerah
umum
h
3h/8 hingga
h/2
hh//22
Batang D10 atau lebih besar
Tulangan hairpin dibutuhkan jika, s mm
Perpanjangan mm
Batang lurus D13 atau lebih besar
sejajar dengan tepi pelat dan dilingkupi
tulangan hairpin
Spasi angkur, s
Tepi pelat
A A
(b) Denah
CL Tendon (typ.)
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 615 dari 695


==== 25.9.4.5.1 Tegangan tarik desain
maksimum tulangan pada kekuatan
nominal tak boleh melebihi Tabel

==== 25.9.4.5.1.
Tabel 25.9.4.5.1 – Tegangan tarik
desain maksimum di tulangan
Jenis tulangan
Tegangan tarik
desain maksimum
Tulangan
nonprategang
fy
Tulangan prategang
terlekat
fpy
Tulangan prategang
tanpa lekatan
fse + 70

==== R25.9.4.5.1 Nilai kekuatan tarik nominal
tendon pratengang terlekat dibatasi sebesar
kekuatan leleh baja pratengang karena
Pers. (20.3.2.3.1) tidak berlaku untuk
kondisi selain perilaku lentur. Nilai untuk
tulangan prategang tanpa lekatan
didasarkan 20.3.2.4.1, tetapi dibatasi untuk
pemakaian nonlentur yang pendek ini.

==== 25.9.4.5.2 Tegangan tekan beton
nominal tak boleh melampaui 0,7λfci’,
dengan λ didefinisikan dalam 19.2.4.

==== R25.9.4.5.2 Deformasi inelastik beton
dapat terjadi dalam daerah umum karena
daerah angkur direncanakan berdasarkan
pada pendekatan kekuatan. Penggunaan
koefisien λ untuk beton ringan menurunkan
kekuatan tarik beton, yang secara tak
langsung membatasi tegangan tekan,
demikian juga penyebaran yang lebar serta
kegetasan dipelihatkan pada daerah
pengangkuran beton ringan.

==== 25.9.4.5.3 Bila beton terkekang oleh
sengkang pengekang atau sengkang spiral
dan efek pengekangan tulangan direkam
oleh pengujian dan analisis. Peningkatan
kekuatan tekan akibat kekangan
diperkenankan digunakan dalam
perhitungan kekuatan nominal daerah
umum.

==== R25.9.4.5.3 Bila kekangan beton dinilai
efektif, kekuatan tekan beton bisa
ditingkatkan (Breen et al. 1994). Hasil
penelitian Breen et al. (1994) membuktikan
bahwa tegangan tekan yang dihasilkan
prategang tambahan yang diaplikasikan
tegak lurus terhadap sumbu tendon utama
dapat secera efektif meningkatkan kekuatan
beton di daerah angkur.

==== 25.9.4.5.4 Tulangan prategang tidak
boleh ditegangkan sebelum hasil uji
silinder beton yang dirawat sesuai dengan
komponen strukturnya mencapai minimum
17 MPa untuk batang dan strand tunggal,
dan minimum 28 MPa untuk tendon
multistrand, kecuali bila telah memenuhi

==== 25.9.4.5.5.

==== R25.9.4.5.4 Untuk membatasi retak susut
awal, tendon monostrand ditegangkan pada
tegangan tidak kurang dari 17 MPa. Dalam
kasus seperti ini, baik digunakan angkur
monostrand yang ukurannya lebih besar
maupun penarikan tendon dilakukan secara
bertahap, seringkali dilakukan pada tingkat
1/3 atau 1/2 dari gaya prategang seperti
yang diizinkan oleh 25.9.4.5.5.

==== 25.9.4.5.5 Peraturan 25.9.4.5.4 tidak
perlu diikuti bila a) atau b) terpenuhi:
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 616 dari 695

a) Digunakan angkur yang ukurannya
lebih besar untuk mengkompensasi
kekuatan tekan beton yang lebih rendah
b) Tulangan prategang ditarik tidak lebih
dari 50% dari gaya pratengang akhir

==== 25.9.5 Detail penulangan

==== 25.9.5.1 Penentuan ukuran tulangan,
spasi tulangan, selimut beton dan detail
lain untuk daerah angkur harus
memperhatikan toleransi pada saat
fabrikasi dan pemasangan tulangan;
ukuran agregat dan aspek pemadatan
beton waktu pengecoran.
 
“Hak cipta Badan Standardisasi Nasional,
copy standar ini dibuat untuk
Sub KT 91-01-S4 Bahan,
Sain, Struktur & Konstruksi Bangunan, dan
tidak untuk dikomersialkan”
SNI 2847:2019
© BSN 2019 617 dari 695



[ Lanjut Ke PASAL 26 – DOKUMEN KONSTRUKSI DAN INSPEKSI... ]






Kembali ke Daftar Isi
Jelajah ke Daftar Gambar
Jelajah ke Daftar Tabel